Marketnews.id Pemdemi Covid-19 kembali meminta korban. Kali ini giliran PT Angkasa Pura I, yang harus merestrukturisasi kinerja usaha lantaran utang yang menggunung akibat sepinya penumpang yang manfaatkan bandara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I (AP I).
Seperti diketahui dalam beberapa tahun terakhir AP I menambah tiga bandara baru yakni Bandara Kertajati, Yogyakarta Internatiomal Air Port dan Bandara Soedirman Banyumas. Ketiga Bandara ini masih mengalami kerugian lantaran sepinya penumpang akibat pemdemi.
PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I tengah menyiapkan program restrukturisasi operasional dan finansial perusahaan yang ditargetkan rampung pada Januari 2022 akibat menanggung beban utang hingga Rp35 triliun.
Direktur Utama AP I, Faik Fahmi menjelaskan, manajemen tengah menyiapkan program restrukturisasi operasional dan finansial perusahaan yang diharapkan rampung pada Januari 2022 mendatang sehingga perusahaan dapat bangkit dalam beberapa waktu ke depan.
Perseroan akan melakukan upaya asset recycling, intensifikasi penagihan utang, pengajuan restitusi pajak, efisiensi operasional seperti layanan bandara berbasis pergerakan, simplifikasi organisasi, penundaan program investasi serta mendorong anak usaha untuk mencari sumber-sumber pendapatan baru (transformasi bisnis).
“Di tengah situasi sulit ini, manajemen telah menyiapkan sejumlah inisiatif strategis dengan melakukan restrukturisasi operasional dan finansial. Total target hasil restrukturisasi akan mencapai tambahan dana Rp3,8 triliun, efisiensi biaya sebesar Rp704 miliar, dan perolehan fund raising senilai Rp3,5 triliun,” ujarnya, Sabtu (5/12/2021).
“Di tengah situasi sulit ini, manajemen telah menyiapkan sejumlah inisiatif strategis dengan melakukan restrukturisasi operasional dan finansial. Total target hasil restrukturisasi akan mencapai tambahan dana Rp3,8 triliun, efisiensi biaya sebesar Rp704 miliar, dan perolehan fund raising senilai Rp3,5 triliun,” ujarnya, Sabtu, 5 Desember 2021.
Selain itu, lanjut Faik, untuk mendorong peningkatan pendapatan lainnya, transformasi bisnis usaha yang dilakukan perseroan adalah menjalin kerja sama mitra strategis untuk Bandara Hang Nadim Batam, Bandara Dhoho Kediri, Bandara Lombok Praya.
Kemudian pemanfaatan lahan tidak produktif seperti lahan Kelan Bay Bali, dan mengembangkan airport city Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) serta eks Bandara Selaparang Lombok.
Dia optimistis dengan program restrukturisasi ini dapat memperkuat profil keuangan perusahaan ke depan, terutama kemampuan untuk memastikan penambahan pendapatan cash in, efisiensi biaya dan upaya fund raising.
Faik menjelaskan tengah berupaya keras untuk menangani situasi sulit ini dan berkomitmen untuk dapat survive dan menunaikan kewajiban perusahaan kepada kreditur, mitra, dan vendor secara pasti dan bertahap.
Adanya pandemi Covid-19 membuat kondisi keuangan dan operasional perusahaan mengalami tekanan cukup besar. Pendapatan AP I pada 2019 yang mencapai Rp8,6 triliun anjlok pada 2020, di mana perusahaan hanya meraih pendapatan Rp3,9 triliun dan diprediksi pada 2021, pendapatan juga akan mengalami sedikit penurunan akibat anjloknya jumlah penumpang yang hanya mencapai 25 juta orang.
Dengan situasi pergerakan yang menurun dan adanya tekanan keuangan, AP I harus dihadapkan dengan kewajiban membayar pinjaman sebelumnya yang digunakan untuk investasi pengembangan bandara.
Dengan pergerakan penumpang yang menurun dan adanya tekanan keuangan, Direktur Utama Faik mengatakan masih dihadapkan dengan kewajiban membayar pinjaman sebelumnya yang digunakan untuk investasi pengembangan bandara. Bandara tersebut dibiayai melalui skema penggunaan dana internal dan berbagai sumber lain seperti kredit sindikasi perbankan serta obligasi.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo membeberkan kondisi finansial yang dialami oleh PT Angkasa Pura I (persero) atau AP I dengan utang mencapai Rp35 triliun dan rugi per bulan mencapai Rp200 miliar.
Tiko, sapaan akrabnya menjelaskan beban keuangan yang mesti ditanggung oleh operator bandara pelat merah tersebut memang cukup berat dengan banyaknya bandara-bandara baru.
“AP I ini memang kondisinya berat, dengan utang Rp35 triliun dan rate loss [kerugian rata-rata] per bulan Rp200 miliar. Kalau tidak direstrukturisasi, setelah pandemi utangnya bisa mencapai Rp38 triliun,” kata Tiko dalam rapat dengan Komisi VI DPR pekan ini.
Tekanan finansial dan operasi tersebut semakin berat dikarenakan harus menanggung biaya operasional yang tinggi dari pembangunan sejumlah bandara baru. Sementara di tengah situasi pandemi, jumlah penumpang pesawat udara jauh menurun.
“Seperti bandara baru Yogyakarta itu di Kulon Progo, itu sampai Rp12 triliun. Dan begitu dibuka langsung kena pandemi,” paparnya.
Seperti diketahui, sektor aviasi dan pariwisata merupakan sektor yang sangat terdampak pandemi Covid-19 di mana pandemi ini masih belum dapat diprediksi kapan akan berakhir.