Marketnews.id Pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN, memiliki beberapa skenario dalam menghadapi kemelut yang dialami oleh maskapai penerbangan Garuda Indonesia.
Dari sisi manajemen, Kementerian BUMN dan Tim konsultan yang dibentuk telah mengajukan proposal restrukturisasi utang kepada seluruh kreditur PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) untuk di setujui oleh seluruh kreditur dan pemasok.
Disisi lain, Kementerian BUMN juga sudah memberi lampu hijau buat Pelita Air Service, maskapai penerbangan Carter milik Pertamina untuk membeli pesawat dan mengurus perijinan sebagai maskapai penerbangan berjadwal. Langkah ini bisa disebut skenario lain, sebagai persiapan bila Garuda Indonesia gagal dalam bernegosiasi dengan para krediturnya.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengkonfirmasi Pelita Air telah memesan sejumlah pesawat untuk memulai penerbangan berjadwal dalam waktu dekat.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo membenarkan rencananya Pelita Air bakal menerbangkan pesawat bertipe Airbus A320. Namun Tiko tidak menjelaskan lebih jauh soal rencana pengoperasian dan jumlah pesawat yang telah dipesan.
“Ini akan mulai [operasi Pelita Air] tapi sambil jalan,” ujarnya, Rabu, 10 Nopember 2021.
Tiko, sapaan akrabnya, juga memastikan pemerintah tidak pernah berniat menggantikan Garuda Indonesia dengan Pelita Air Service. Pelita Air, terangnya, hanya disiapkan untuk cadangan seumpama proses restrukturisasi Garuda gagal.
“Pelita Air itu sekoci cadangan. Kalau proses in court [pengadilan] gagal, baru itu ada penggantian,” imbuhnya.
Sebelumnya, Tiko, juga membenarkan bahwa Kementerian Perhubungan telah memberikan lampu hijau untuk izin operasi terjadwal. Setelah itu, saat ini Pelita sedang dalam proses untuk mendapatkan izin sertifikat operator udara (Air Operator Certificate/AOC) dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Tiko memperkirakan, penyiapan Pelita dari yang sebelumnya hanya melayani penerbangan sewa atau charter menjadi maskapai berjadwal tentu membutuhkan waktu. Fokus utama yang tengah dipersiapkan adalah jenis pesawat dan seluruh operasi pendukungnya.
“Paling tidak target kami untuk Pelita [Persiapan] butuh 3 bulan,” ujarnya.
Sesuai dengan peraturan perundangan, untuk mendapatkan izin usaha dan Sertifikat Operator Pesawat Udara, maskapai harus mengajukan kembali dan memenuhi persyaratan.
Pemohon Izin Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal dapat berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), ataupun Badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi, yang akan melakukan kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran untuk penerbangan dengan jadwal yang teratur.
Setelah memiliki izin usaha, untuk dapat mengoperasikan pesawat udara maka maskapai harus memiliki sertifikat operator pesawat udara (Air Operator Certificate) yang diberikan kepada badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara niaga yang dapat diberikan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian serta pemohon mendemonstrasikan kemampuan pengoperasian pesawat udara.
Pemerintah memang menyiapkan beberapa skenario untuk penyelamatan maskapai penerbangan pembawa bendera negara ini. Bahkan Wamen BUMN optimistik, bila proses restrukturisasi di setujui oleh kreditur, Garuda Indonesia Tbk pada 2023 sudah dapat beroperasi normal dan mulai meraih break event poin. Pungkasnya.