Marketnews.id Pemerintah, telah memberikan banyak stimulus buat dunia usaha sejak pendemi Covid-19. Mulai dari penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan baku tujuan ekspor, penangguhan pembayaran PPN selama 90 hari. Dan angsuran pajak penghasilan pasal 25. Kini, Kemenperin akan mengusulkan diskon penyesuaian tarif energi yang harus dibayarkan pelaku usaha.
Kementerian Perindustrian, mengusulkan diskon penyesuian tarif energi yang harus dibayarkan pelaku usaha. Usulan ini merupakan stimulus tambahan untuk menjaga sektor manufaktur tetap produktif meskipun diterpa pandemi covid-19.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, usulan tersebut melengkapi stimulus yang telah digulirkan pemerintah yang meliputi penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan baku lokal tujuan ekspor, penangguhan pembayaran PPN selama 90 hari tanpa denda serta angsuran pajak penghasilan (PPh) pasal 25.
“Semuanya dilakukan untuk mengurangi beban yang harus ditanggung para pelaku industri selama terjadi pandemi,” ujar Agus dalam keterangan persnya, Senin (29/6).
Menurut Agus Gumiwang, pemerintah akan terus mendorong konsumsi dalam negeri agar pertumbuhan ekonomi tidak terlalu tertekan. Dengan penyerapan produk lokal diharapkan bisa tercipta pasar atau demand baru sehingga kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan bisa ke level minus bisa dihindarkan.
Agus menekankan pentingnya antisipasi terhadap kondisi perekonomian global yang kian dinamis, terutama akibat dampak pandemi covid-19. Salah satu langkah stretegis yang dijalankan pemerintah yaitu dengan menerapkan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) untuk memastikan belanja kementerian, lembaga, termasuk Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) agar bisa memprioritaskan pada produk lokal.
Di samping itu, pemerintah mengimplementasikan instrumen pengendalian impor, antara lain melalui pembuatan dashboard supply-demand domestik untuk produksi industri dalam negeri. Seperti dengan menerapkan safeguard, penguatan Standar Nasional Indonesia (SNI), dan implementasi larangan terbatas.
“Sangat penting untuk melindungi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor. Selain itu, pada tahun 2022, kami berupaya untuk mewujudkan substitusi impor sebesar 35 persen untuk mendorong kemandirian industri nasional,” ungkap Agus.
Apabila strategi ini bisa berjalan lancar, ujarnya, Agus optimis Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia dapat kembali bangkit, seperti capaian pada Februari 2020 yang berada di level ekspansif sebesar 51,9.
Lebih jauh Agus menjelaskan, bahwa pemerintah saat ini fokus untuk memacu aktivitas industri yang produktif dan aman di tengah pandemi. Dengan prinsip ini, produktivitas masyarakat dan industri serta penerapan protokol kesehatan harus dapat berjalan secara beriringan.
“Gagasan ini merupakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan produktivitas masyarakat dan juga memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Sehingga secara bertahap dapat segera memulihkan sektor industri manufaktur,” pungkasnya.