Marketnews.id Meningkatnya harga komoditas ekspor Indonesia seperti sawit dan batubara, akan semakin menambah pundi Perbankan dalam bentuk Dana Pihak Ketiga (DPK). Diperkirakan, jumlah DPK di Perbankan akan bertambah sekitar Rp 700 triliun. Dana inilah yang diharapkan mengalir ke masyarakat dalam bentuk kredit dan menggerakan perekonomian.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementeria Keuangan Febrio Nathan Kacaribu memprediksi dana pihak ketiga (DPK) yang tersimpan di perbankan nasional menembus Rp600 – 700 triliun. Tingginya DPK industri perbankan disebabkan oleh harga komoditas unggulan RI yang meningkat yakni kelapa sawit dan batubara.
“Saat ini kami prediksi ada sekitar Rp 600 – Rp 700 triliun DPK yang menumpuk di perbankan,” kata Febrio dalam Webinar Indonesia Macro Economic Outlook 2022 di Jakarta, Senin 4 April 2022.
Menurut Febrio, kenaikan harga komoditas disebabkan kondisi geopolitik global yang memanas akibat berlangsung perang antara Rusia dan Ukraina. Selain itu permintaan komoditas memang mulai meningkat seiring tren pulihnya dunia dari pandemi Covid-19. Harga komoditas ini biasanya berefek pada tambahan likuiditas di sektor keuangan, khususnya perbankan.
“Biasanya di tahun-tahun ketika harga komoditas tinggi, kita biasanya menikmati transmisinya dari tambahan likuiditas yang terjadi dengan tingginya harga komoditas, itu akan mengalir ke sektor perbankan,” ucap Febrio.
Selain itu, tingginya harga komoditas juga mampu meningkatkan konsumsi masyarakat, khususnya petani yang menikmati kenaikan harga kelapa sawit dan perekonomian di sekitar sektor tersebut. Kondisi ini membuat penjualan kendaraan bermotor hingga barang-barang elektronik menjadi tinggi.
“Penjualan elektronik rata-rata akan tinggi, artinya akan menyalurkan lagi DPK di perbankan yang dua tahun terakhir tumbuh sangat tinggi di atas 10 persen,” sebut Febrio.
Febrio berharap DPK yang mengendap di perbankan itu bakal mulai digunakan oleh masyarakat untuk berbelanja dan berjalan-jalan sehingga muncul transmisi terhadap perekonomian. Apalagi saat ini, restriksi perjalanan sudah longgar dan Indonesia mulai menuju pada kebiasaan normal baru.
“(DPK) yang potentially bisa kita harapkan dengan confident yang membaik, masyarakat mulai merasa nyaman untuk membeli elektronik, pakaian, jalan-jalan, dan juga membeli kendaraan bermotor. Ini yang kita harapkan transmisi akan berjalan baik,” pungkas Febrio.