Marketnews.id Sumber pembiayaan buat dunia usaha khususnya perusahaan publik cukup beragam. Bila selama ini sumber pembiayaan masih didominasi oleh pinjaman perbankan dan penerbitan obligasi, sekuritisasi aset bisa jadi pilihan.
Seperti diketahui, ketentuan terkait sekuritisasi aset telah di atur dalam POJK No.65/POJK.04/2017 tentang pedoman penerbitan dan pelaporan efek baragunan aset berbentuk kontrak investasi kolektif dan POJK No.23/POJK.04/2014 tentang pedoman penerbitan dan pelaporan efek beragun aset berbentuk surat partisipasi dalam rangka pembinaan sekunder Perumahan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan sekuritisasi aset atau penciptaan surat utang dengan agunan aset dapat terus berkembang optimal dan menjadi alternatif pembiayaan di pasar modal yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Saat ini pembiayaan keuangan di Indonesia masih didominasi oleh sektor perbankan, namun dengan adanya instrumen alternatif seperti sekuritisasi aset maka diharapkan akan menambah alternatif sumber pembiayaan lain bagi para pelaku ekonomi baik pelaku korporasi maupun pelaku UMKM di Indonesia,” kata Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Hoesen dalam sebuah seminar daring di Jakarta, Rabu.
Hoesen menuturkan ketentuan terkait sekuritisasi aset telah diatur dalam POJK Nomor 65/POJK.04/2017 tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif dan POJK Nomor 23/POJK.04/2014 tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi Dalam Rangka Pembiayaan Sekunder Perumahan.
Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) dan Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi (EBA SP) merupakan produk investasi yang saat ini sudah beredar di pasar modal Indonesia, yang merupakan produk hasil sekuritisasi aset keuangan yang diubah dalam suatu bentuk instrumen efek yang dapat memberikan likuiditas sehingga menjadi lebih mudah untuk diperdagangkan.
Aset keuangan dalam sekuritisasi aset sendiri dapat berupa tagihan kredit, tagihan yang timbul di kemudian hari, pemberian kredit termasuk KPR atau apartemen, pendapatan di masa mendatang, arus kas di masa mendatang, efek bersifat utang, serta aset keuangan lainnya.
“Pada 2021, terdapat sembilan produk KIK EBA dengan total dana kelolaan Rp4,87 triliun. Nilai produk KIK EBA ini cukup terdampak signifikan di 2020 akibat pandemi COVID-19, yaitu mengalami penurunan sebesar 28 persen dari Rp6,78 triliun pada Desember 2019 menjadi Rp4,87 triliun pada Desember 2020.
Adapun pada trimester pertama 2021 tercatat Rp4,81 triliun,” ujar Hoesen.
Sementara itu untuk EBA SP, lanjut Hoesen, mengalami perkembangan yang cukup positif di mana rata-rata pertumbuhan total dana kelolaanya mencapai 23 persen setiap tahunnya. Per Maret 2021, terdapat tujuh produk EBA SP dengan total dana kelolaan Rp4,4 triliun.
“Kami berkeyakinan bahwa keberadaan sekuritisasi aset melalui KIK EBA dan EBA SP mampu memberikan kontribusi terhadap upaya pemulihan ekonomi Indonesia pada umumnya dan upaya pengembangan serta penganekaragaman instrumen di industri pasar modal pada khususnya,” kata Hoesen.