Marketnews.id PT Bank Central Asia (BCA) sepanjang tahun lalu mampu meraih laba bersih sebesar Rp 27,1 triliun, turun sekitar lima persen dibanding dengan laba yang diraih tahun 2019. Penurunan laba ini, jauh lebih baik dibandingkan dengan bank milik pemerintah yang mengalami penurunan laba signifikan. Apa resep BCA bertahan di tengah pendemi.
Sepanjang 2020, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatatkan laba bersih sebesar Rp27,1 triliun atau mengalami penurunan 5 persen ( year-on-year ), sedangkan total kredit (konsolidasian) tercatat menurun 2,5 persen menjadi Rp588,7 triliun.
Menurut Presiden Direktur BBCA, Jahja Setiaatmadja, Senin (8/2), penurunan laba bersih BCA di 2020 disebabkan oleh peningkatan alokasi biaya pencadangan yang lebih tinggi dalam upaya mengantisipasi potensi penurunan kualitas aset.
Lebih jauh Jahja menyatakan, BBCA berkomitmen untuk mendukung pemulihan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat ekosistem digital guna memberikan layanan terbaik. Sejalan dengan komitmen itu, rata-rata kredit BBCA bertumbuh 4,7 persen (y-o-y), sedangkan total fasilitas kredit untuk bisnis meningkat 5 persen.
Namun, tambah Jahja, karena adanya pelemahan aktivitas bisnis, maka fasilitas tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga per akhir Desember 2020 total kredit BCA menurun 2,1 persen (y-o-y) menjadi Rp575,6 triliun. Secara konsolidasi, total kredit tercatat Rp588,7 triliun atau melemah 2,5 persen (y-o-y).
Meski menghadapi sejumlah tantangan, Jahja menegaskan, BCA dan entitas anak mampu mencatatkan pertumbuhan laba sebelum provisi dan pajak ( PPOP ) sebesar 11,2 (y-o-y) menjadi Rp45,4 triliun. Pertumbuhan itu ditopang oleh peningkatan likuiditas, biaya dana yang lebih rendah dan perlambatan belanja operasional.
Sementara itu dari sisi pembiayaan, kredit korporasi meningkat 7,7 persen (y-o-y) menjadi Rp255,1 triliun. Sedangkan kredit komersial dan UKM menurun 7,9 persen menjadi Rp186,8 triliun.
Pada portofolio kredit konsumer, KPR turun 3,7 persen menjadi Rp90,2 triliun, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) terkontraksi 22,6 persen menjadi Rp36,9 triliun, dan saldo outstanding kartu kredit turun 20,6 persen menjadi Rp11,2 triliun. Secara total, kredit konsumer terkontraksi 10,8 persen menjadi Rp141,2 triliun.
“Kami mengapresiasi respons cepat regulator dalam merelaksasi kebijakan restrukturisasi untuk membantu perbankan dan nasabah melewati masa-masa sulit. BCA senantiasa berada di sisi nasabah dalam menghadapi tantangan perekonomian ini, termasuk dengan merestrukturisasi kreditnya sejak awal pandemi,” ujar Jahja.
Hingga akhir Desember 2020, BCA membukukan restrukturisasi kredit sebesar Rp104,2 triliun atau sekitar 18 persen dari total kredit, yang berasal dari sekitar 100 ribu nasabah.
Pada sisi pendanaan, BBCA mampu mencatatkan kinerja dana pihak ketiga (DPK) yang sehat, tercermin dari pertumbuhan current account and savings account (CASA) sebesar 21 persen (y-o-y) menjadi Rp643,9 triliun. Sedangkan, deposito berjangka meningkat 14 persen menjadi Rp196,9 triliun. Secara total, DPK meningkat 19,3 persen (y-o-y) menjadi Rp840,8 triliun di 2020.
Jahja mengungkapkan tahun 2020 merupakan tahun bersejarah bagi BBCA, karena total aset perseroan mampu menembus Rp1.000 triliun untuk pertama kalinya, yakni mencapai Rp1.075,6 triliun atau meningkat 17 persen (y-o-y).
Pada 2020, CASA berkontribusi 76,6 persen terhadap total DPK. BBCA juga mampu mempertahankan pertumbuhan positif pada pendapatan bunga bersih di 2020, yakni meningkat 7,3 persen (y-o-y) menjadi Rp54,5 triliun.
Pendapatan non-bunga menurun 0,5 persen menjadi Rp20,2 triliun. Secara total, pendapatan operasional tercatat Rp74,8 triliun atau meningkat 5,1 persen.
Adapun beban operasional tercatat Rp29,3 triliun atau sebesar 3,1 persen lebih rendah dibanding 2019. Hal ini diakibatkan oleh terhambatnya sebagian kegiatan operasional di saat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, PPOP meningkat 11,2 persen (y-o-y) menjadi Rp45,4 triliun pada 2020, sehingga dapat menjadi penyangga yang memadai untuk mengantisipasi kebutuhan biaya pencadangan.
BBCA membukukan biaya pencadangan sebesar Rp11,6 triliun atau mengalami kenaikan 152,3 persen (y-o-y). Sehingga secara keseluruhan laba bersih BBCA di 2020 tercatat Rp27,1 triliun atau menurun 5 persen dibandingkan laba bersih di 2019 yang mencapai Rp28,6 triliun.
Meski demikian, rasio keuangan BBCA tetap berada di posisi yang kokoh dengan rasio kecukupan modal (CAR) tercatat sebesar 25,8 persen dan loan to deposit ratio (LDR) tetap terjaga sebesar 65,8 persen.
Sedangkan, rasio kredit bermasalah (NPL) sebesar 1,8 persen dibanding 2019 yang sebesar 1,3 persen. Rasio pengembalian terhadap aset (RoA) sebesar 3,3 persen dan RoE sebesar 16,5 persen di 2020, pungkas Jahya.