Home / Korporasi / BUMN / BNI Lagi Incar Bank Buku 2 Untuk Diakuisisi Siapa Berminat

BNI Lagi Incar Bank Buku 2 Untuk Diakuisisi Siapa Berminat

Marketnews.id Perkembangan teknologi yang pesat, memaksa dunia usaha terus berinovasi agar tidak tertinggal dalam memberikan pelayanan kepada nasabah. Buat Bank skala besar seperti Bank Negara Indonesia (BNI) juga harus berinovasi agar mampu bersaing dengan bank sejenis.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), membuka peluang untuk melakukan aksi akuisisi bank skala kecil sebagai strategi pertumbuhan non-organik.
Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta mengatakan saat ini perseroan akan fokus membenahi kinerja di tengah pengetatan likuiditas. Namun, tidak menutup kemungkinan manajemen melakukan aksi korporasi berupa akuisisi.


“Sudah ada beberapa calon, tapi dalam kondisi seperti ini kami fokus ke induk dulu, kan likuiditas ketat, kami cari bank buku kecil agak sulit. Setelah kami lakukan perhitungan masih belum memenuhi syarat kami, kalau ada, kemungkinan [akuisisi] tetap terbuka,” kata Herry.


Herry menuturkan, secara spesifikasi, perseroan mengincar perusahaan, baik bank maupun perusahaan jasa asuransi, yang memiliki  return of equity  (RoE) minimal di atas perseroan.
Khusus akuisisi bank, perseroan membidik perusahaan dengan kategori bank umum kegiatan usaha ( BUKU ) I dan II, untuk membantu memperbesar digitalisasi.


Kendati demikian, kata Herry, digitalisasi masih belum menjadi fokus utama perseroan karena sebagian besar nasabah perseroan masih berasal dari segmen korporasi.
“89% masih di korporasi jadi tidak terlalu  urgent . BNI kan kapalnya besar, misalnya  corporate banking  pendekatannya ada digitalnya tapi tidak sebesar yang kecil seperti konsumer,” tuturnya.


Adapun, sepanjang 2019 perseroan membukukan laba bersih Rp15,38 triliun atau tumbuh 2,5% secara tahunan. Capaian tersebut hanya meningkat tipis jika dibandingkan dengan periode 2018, di mana laba bersih perseroan tumbuh sebesar 9,6% yoy.

Perseroan mencatat pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) sebesar Rp36,6 triliun atau tumbuh 3,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Hal ini sejalan dengan penyaluran kredit BNI yang tercatat tumbuh melambat pada 2019, yaitu naik 8,6 persen yoy menjadi Rp512,78 triliun, jauh dari proyeksi awal 11 persen-13 persen
Perolehan laba bersih BNI ditopang tinggi oleh pendapatan non bunga atau fee based income/FBI yang tercatat sebesar Rp11,36 triliun atau tumbuh 18,1 persen yoy.

“Pertumbuhan FBI ini ditopang oleh pertumbuhan recurring fee sebesar 17,7 persen yoy. Sekitar 27,4 persen dari FBI yang terhimpun, berasal dari aktivitas bisnis internasional BNI melalui kantor-kantor BNI cabang luar negeri,” kata Direktur Keuangan BNI Ario Bimo, Rabu (22/1/2019).

Bimo memaparkan, kenaikan FBI dikontribusi oleh pertumbuhan pada segmen consumer banking, yaitu komisi dari pengelolaan kartu debit yang tumbuh 39,6 persen, pengelolaan rekening tumbuh 16,3 persen yoy, komisi ATM tumbuh 13,2 persen yoy, dan komisi bisnis kartu kredit tumbuh 10,6 persen yoy.

Di samping itu, FBI juga ditopang oleh aktivitas pada segmen business banking dari surat berharga yang tumbuh 86,9 persen yoy, kredit sindikasi tumbuh 56,8 persen yoy, serta komisi trade finance yang meningkat 4,8 persen yoy.

“Akumulasi NII dengan FBI tersebut di atas membawa BNI meraup laba operasional sebelum pencadangan [PPOP] pada akhir tahun 2019 sebesar Rp28,32 triliun atau tumbuh 5 persen yoy,” katanya.

Check Also

Mulai 9 Desember, Hampir Semua Saham Bisa Diperdagangkan Di Pra Pembukaan

MarketNews.id-Bursa Efek Indonesia (BEI) akan melepas hampir semua saham dapat diperdagangkan di masa pra pembukaan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *