MarketNews.id Transparansi antara produsen baja nasional dengan konsumen baja belum tertata dengan baik. Akibatnya, baik produsen baja nasional maupun konsumen tidak terjalin komunikasi yang efektif hingga menghasilkan sinergi positif. Akibat tidak sinkronnya informasi, produsen baja sulit memastikan kebutuhan baja nasional hingga tingkat utilitas produsen baja sulit optimal.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( PUPR ) menyatakan terjadi gap antara konsumsi dan produksi baja nasional sehingga memicu utilitas produsen baja domestik rendah.
Direktur Keberlanjutan Konstruksi Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR , Kimron Manik mengatakan kapasitas produksi baja tahun 2021 sebesar 20,97 juta ton. Namun tingkat utilitasnya hanya 55,26 persen saja. Rendahnya utilitas ini karena tidak adanya kepastian pasar bagi produsen baja meskipun kebutuhan baja nasional tinggi.
“Terjadinya gap ini karena tidak adanya kepastian berapa kebutuhan baja secara nasional, meski di satu sisi kemampuan produksi dan konsumsi kita tinggi. Ini dipicu oleh tidak semua pemilik pekerjaan mau buka-bukaan terkait kebutuhan bajanya karena ini sensitif sekali,” tutur Kimran di Jakarta.
Dijelaskan, kebutuhan baja untuk sektor konstruksi secara nasional di tahun 2021 mencapai 12,06 juta ton per tahun atau setara 78% dari total konsumsi nasional 15,46 juta ton. Demi memetakan kebutuhan riil baja untuk sektor konstruksi, Kementerian PUPR sedang membangun sistem terpadu yang diharapkan bisa menjadi guidance bagi produsen baja nasional.
“Jadi kami sedang membangun sistem yang nantinya bisa menjadi panduan bagi industri dan produsen baja nasional, minimal bisa membreakdown dalam hitungan kasar jumlah kebutuhan baja untuk setiap jenisnya,” sambung.
Rendahnya utilitas produsen baja nasional diperparah dengan maraknya impor baja asing. Data dari Asosiasi Industri Besi dan Baja Nasional atau The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) jumlah impor tahun 2021 lalu sebesar 5,8 juta ton atau melonjak 22 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, untuk menekan angka impor produk baja khususnya di sektor konstruksi, Kementerian PUPR telah menerbitkan beberapa surat edaran diantaranya no 13/2019 tentang penggunaan baja tulangan beton sesuai SNI. Selain itu juga Surat Edaran no BK.05.01.Mn/231 perihal penerapan dan pengawasan penggunaan SNI baja untuk konstruksi.
“Perlu kita kendalikan bersama soal impor baja ini sebab ini menjadi penyakit yang lama terjadi. Kita perlu bersama-sama menjaga keberlangsungan industri untuk mendorong peningkatan utilisasi produsen baja nasional,” pungkas dia.