MarketNews.id Pasar modal khusus nya pasar equity atau saham, jadi tempat mendulang modal buat perusahaan yang membutuhkan dana segar tanpa harus berhutang dan dibebani bunga bank.
Untuk menjadi perusahaan publikpun semakin dipermudahkan dari sisi persyaratan. Padahal, saat awal pasar modal Indonesia di aktifkan kembali, jadi perusahaan publik bukan urusan gampang. Banyak syarat yang harus di penuhi oleh calon emiten. Mulai dari harus sudah meraih laba dalam tiga tahun berturut-turut hingga aset yang dimilikipun harus besar. Pasarnya pun terbatas di bursa utama atau di Bursa pararel.
Saat ini, jadi perusahaan publik semakin didorong dan difasilitasi sesuai kemampuan perusahaan yang mau go publik. Papan perdagangannyapun beragam sesuai klasifikasi emiten diantaranya berdasarkan modal yang dimiliki.
Bursa Efek Indonesia (BEI), memberikan kelonggaran kepada perusahaan – perusahaan yang ingin melantai di pasar modal dengan tidak harus mencatatkan laba. Bagi perusahaan yang masih merugi namun prospek usahanya menjanjikan, BEI tetap mengizinkannya untuk melakukan pendaftaran untuk IPO.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menegaskan, bahwa saat ini Otoritas Bursa lebih memperhatikan track record perusahaan dan prospek kinerjanya di masa mendatang. Diakui bahwa ada beberapa situasi tertentu sebuah perusahaan belum mampu mencetak laba.
Ragamnya kondisi perusahaan yang melakukan IPO, maka BEI melakukan kategorisasi terhadap perusahaan berdasarkan prospek usahanya.
Menurutnya ada papan utama, papan new economy, papan pengembangan, dan papan akselerasi.
“Umumnya, papan akselerasi memiliki kondisi di mana perusahaan belum mencatatkan keuntungan. Yang perlu diperhatikan adalah rencana perusahaan ke depan, tindakan korporasi apa yang dilakukan untuk memacu pertumbuhan,” kata Nyoman dalam keterangannya, Selasa 13 Pebruari 2024.
Ditegaskan bahwa dengan melantai di pasar modal, sebuah perusahaan akan terdorong untuk lebih berkembang lantaran bisa mendapatkan dukungan dana segar dari investor.
Perusahaan juga akan lebih terdorong untuk tertib administrasi dan mengedepankan aspek GCG (Good Corporate Governance).
“Tapi jangan salah, dengan IPO itu ada dukungan baru, dana baru, dan rencana ke depan seperti apa, itulah yang sebenarnya menentukan,” pungkas Nyoman.
Dari sisi kuantitatif jumlah emiten semakin banyak. Tapi dari sisi kualitas emiten, kurang berbobot dan terkesan asal IPO, ujar mantan Dirut BEI. Jadi jangan heran baru beberapa minggu atau bulan jadi perusahaan publik sudah dipanggil SRO untuk lakukan public expose insidentil, pungkasnya.