Marketnews.id Perkembangan jumlah investor pasar modal semenjak pendemi Covid-19 meningkat sangat signifikan. Bila sebelum pendemi jumlah investor bursa kurang dari dua juta orang, kini setelah pendemi berjalan dua tahun, jumlah investor Milenial meningkat tajam hingga lebih dari tujuh juta investor.
Bertambahnya investor milenial atau generasi Z ini di satu sisi berdampak pada tatacara untuk mendapatkan informasi soal bursa khususnya saham lewat medsos. Padahal, untuk mendapatkan informasi yang dapat dipercaya harus melalui institusi yang telah di tetapkan oleh otoritas bursa seperti perusahaan sekuritas atau lembaga keuangan yang memiliki jasa sebagai pedagang perantara efek atau sebagai penjamin emisi.
Di luar entitas di atas, informasi tentang saham perusahaan terbuka dapat di lihat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Persoalannya, informasi soal saham kini dapat diperoleh lewat media sosial yang dipromosikan lewat influencer. Informasi dari pihak influencer inilah yang kini dapat berdampak negatif bursa .
Upaya sejumlah influencer di media sosial yang mengajak investor ritel untuk menempatkan modal pada saham tertentu menjadi aspek negatif bagi industri pasar modal, sehingga Bursa Efek Indonesia (BEI) memandang perlu untuk meningkatkan intensitas edukasi dalam kerangka perlindungan investor.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi dalam acara “Edukasi Wartawan terkait Pengetahuan Dasar Berinvestasi di Pasar Modal (Saatnya #JadiInvestorCerdas)” yang digelar secara virtual, Rabu, 23 Pebruari 2022.
Hasan menyebutkan, saat ini tingginya minat investor ritel pemula untuk berinvestasi di pasar modal berbarengan pula dengan maraknya penggunaan media sosial. Pada dasarnya, jelas Hasan, kedua hal ini memiliki dampak positif bagi perkembangan bursa saham.
“Tetapi di sisi lain, kami dari awal menyadari ada aspek-aspek negatif yang mungkin harus diantisipasi dan dihindari. Kami harus memastikan soal perlindungan investor ritel, khususnya pemula,” ujar Hasan.
Dia mengatakan, sejauh ini ada beberapa kasus yang dilakukan oleh influencer yang memanfaatkan euforia dan tren investasi di pasar modal dengan cara mempengaruhi investor untuk menempatkan modal pada saham tertentu. “Ini ada tujuan-tujuan yang kurang bertanggung jawab,” imbuhnya.
Lebih lanjut Hasan mengatakan, pemanfaatan media sosial tersebut menjadi tantangan bagi regulator pasar modal di 2022.
“Tahun ini, kami harus mengantisipasi, karena kami melihat masih terdapat tantangan yang memang harus dikelola secara baik,” ucapnya.
Hasan mengaku, saat ini BEI bersama dengan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia ( KSEI ) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia ( KPEI ) atas arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berupaya menjawab tantangan tersebut melalui pengelolaan industri pasar modal secara baik.
Dia berharap, kampanye edukasi BEI yang baru, “#JadiInvestorCerdas” bisa meningkatkan pemahaman investor dalam berinvestasi di pasar modal, karena program ini mengedepankan aspek 3P, yakni Paham, Punya dan Pantau, pungkas Hasan Fauzi.