Marketnews.id Usaha Pemerintah untuk menagih dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Obligor maupun debitor BLBI kini sudah masuki tahap pemanggilan dan pendataan dari obligor dan debitor untuk dibuat klasifikasi status obligor maupun debitor. Ada lima kelompok obligor dan debitor yang akan ditangani penyelesaian nya oleh Pemerintah lewat Satgas BLBI. Bersamaan dengan itu, pihak Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) telah menyita harga salah satu obligor BLBI Kaharuddin Ongko dengan nilai sekitar Rp664,97 juta dan USD 7,63 juta atau sekitar Rp 109 miliar.
Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI ) telah melakukan panggilan penagihan pada 24 obligor dan debitor yang memiliki utang dana BLBI . Obligor adalah pemilik bank yang banknya mendapatkan BLBI , sementara debitor adalah orang atau perusahaan yang meminjam uang di bank yang mendapatkan BLBI .
“Dari 24 yang sudah dipanggil tersebut, ada yang hadir dan kemudian mengakui bahwa mereka memiliki utang atau kewajiban kepada negara, kemudian menyusun rencana penyelesaian utang,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers virtual progres pelaksanaan tugas Satgas BLBI , Selasa, 21 September 2021.
Kelompok kedua, menurut Sri Mulyani adalah mereka yang hadir, baik yang bersangkutan atau yang mewakili, lalu mengakui memiliki utang kepada negara dan menyampaikan rencana penyelesaian utang, tetapi rencana tersebut tidak realistis dan ditolak Satgas BLBI .
Kelompok ketiga adalah yang hadir memenuhi panggilan, tetapi mengaku tidak memiliki utang kepada negara. Kelompok keempat adalah mereka yang tidak hadir tetapi menyampaikan surat perjanjian untuk penyelesaian utang.
Kelompok kelima adalah mereka yang tidak hadir memenuhi panggilan.
Sayangnya, Sri Mulyani tidak merinci berapa banyak obligor dan debitor yang masuk dalam tiap-tiap kelompok tersebut. “Tim akan terus melakukan tindakan-tindakan sesuai landasan hukum yang ada untuk mengembalikan hak negara,” ujar Sri Mulyani.
Sebagaimana diketahui, pemerintah tengah berupaya menyelesaikan hak tagih atas dana BLBI dengan membentuk Satgas sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI . Melalui pembentukan Satgas BLBI , harapannya utang para obligor dan debitor BLBI yang jumlahnya mencapai Rp110,45 triliun bisa segera kembali ke negara. Penagihan utang BLBI ini ditargetkan rampung dalam 3 tahun.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) telah menyita harta Kaharudin Ongko yang merupakan salah satu obligor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk memenuhi kewajiban utangnya kepada negara.
“Pada 20 September 2021 kita melakukan penyitaan sekaligus mencairkan harta kekayaan yang bersangkutan (Kaharudin Ongko) dalam bentuk escrow account di salah satu bank swasta nasional Nilainya, kata dia, sebesar Rp664,97 juta dan 7,63 juta dolar AS atau Rp109,5 miliar.
“Ini escrow account yang kita sita dan dicairkan untuk kemudian masuk ke kas negara. Hasil sitaan ini sudah masuk ke kas negara sejak kemarin sore,” ujar Sri Mulyani.
Ia menjelaskan penagihan terhadap Kaharudin Ongko yang merupakan obligor PT Bank Umum Nasional penerima dana BLBI saat terjadi krisis finansial pada tahun 1997 ini sebenarnya telah dilakukan sejak 2008.
Di sisi lain, tingkat pengembalian utang yang dilakukan oleh Kaharudin Ongko kepada negara sangat kecil, sehingga PUPN melakukan upaya paksa dalam rangka memenuhi hak negara.
PUPN pun mencekalnya bepergian ke luar negeri serta mengeksekusi sebagian jaminan kebendaan berupa aset tetap dan bergerak mengingat obligor ini telah menandatangani Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA) sejak 18 Desember 1998.
“Jadi dalam hal ini yang bersangkutan sudah menandatangani MRNIA dan sekarang kita melakukan penagihan berdasarkan itu,” kata Sri Mulyani.
Meski demikian, Sri Mulyani yang juga merupakan anggota dewan pengarah Satgas BLBI memastikan PUPN akan terus melakukan penagihan dengan mengeksekusi barang jaminan dari Kaharudin Ongko mengingat utangnya mencapai Rp8,2 triliun.
Hal ini dilakukan bersama pihak Polri, Kejaksaan Agung, dan Badan Intelijen Negara (BIN), dalam rangka meyakinkan dan mengidentifikasi aset obligor.
“Ini untuk meyakinkan bahwa tracking terhadap aset termasuk account dari obligor dan debitur dapat diidentifikasi,” ujar Sri Mulyani.