Marketnews.id Masyarakat luas berharap, hadirnya bank syariah menjadi pilihan buat nasabah untuk bertransaksi mampu berinvestasi. Meskipun dari sisi pertumbuhan bank syariah lebih baik yakni 10,3 persen dibanding bank konvensional hanya 5,3 persen pertumbuhannya.
Angka pertumbuhan di atas belum menjamin bank syariah lebih baik dari Bank konvensional. Produk layanan bank dan biaya yang lebih murah akan menentukan bank tersebut diperlukan atau tidak oleh nasabah. Untuk meraih kinerja lebih baik, bank syariah harus lebih unggul dalam produk layanan dan harga yang lebih kompetitif serta menguasai market share.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan, agar lembaga keuangan syariah seperti PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) bisa berkompetisi dengan lebih baik dalam memberikan dukungan pembiayaan. Inovasi dan kreativitas dalam penyaluran pembiayaan menjadi salah satu kunci sukses sistem keuangan syariah dilirik oleh masyarakat.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, selain inovasi yang terus digeber ada dua hal yang menjadi penentu sistem keuangan syariah dipilih oleh masyarakat. Yaitu kualitas yang lebih baik dan harga atau rate yang lebih murah. Tanpa hal ini, mustahil lembaga keuangan syariah akan menjadi pilihan utama masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan.
“Tanpa itu (kualitas bagus dan harga murah), mau roadmap kaya apapun itu masyarakat tidak akan mendapat benefit yang baik dengan kehadiran produk syariah. Jadi kalau nanti prodik syariah tidak lebih baik dari produk apa saja dan tidak lebih murah harganya maka akan sulit mendorong masyarakat ke sistem syariah,” ujar Wimboh dalam sarasehan industri keuangan syariah secara virtual, Jumat (23/4).
Wimboh juga menegaskan bahwa nasabah atau masyarakat secara otomatis beralih dan memanfaatkan produk atau layanan keuangan syariah apabila mendapatkan dua hal terpenting itu. Diakuinya bahwa pertumbuhan pembiayaan syariah di tahun 2020 tetap tinggi yaitu sebesar 10,3 persen. Sementara bank konvensional hanya tumbuh 5,5 persen.
Meski demikian, Wimboh menegaskan bahwa pertumbuhan yang tinggi bukan satu-satunya indikator membaiknya kondisi industri keuangan syariah. Menurutnya, masih ada hal lainnya yang menjadi tolak ukur keberhasilan industri pembiayaan syariah, yaitu market share.
Lebih jauh Wimboh menjelaskan bahwa market share keuangan syariah masih tertinggal jauh dibandingkan dengan konvensional yaitu hanya 9,85 persen.
Ini menandakan bahwa industri keuangan syariah masih kalah dengan konvensional.
Diduga bahwa hal itu disebabkan salah satunya karena kualitas produk dan layanan yang tidak lebih baik atau karena harga (ratenya) yang juga lebih buruk dari konvensional. Oleh sebab itu, kedepan industri keuangan syariah akan diakui keberhasilannya apabila mampu meningkatkan market sharenya.
“Statistik ini jadi indikator untuk menentukan keberhasilan, kalau nggak mampu mengangkat ini (market share) artinya roadmap pengembangan keuangan syariah nggak jalan atau gagal. Ini KPI (Key Performance Indicator) yang harus disepakati bersama,” ujar Wimboh.
Wimboh meyakini bahwa peluang industri keuangan syariah kedepan untuk meningkatkan market share itu masih terbuka lebar. Hal itu karena mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama muslim. Meski lembaga keuangan syariah seperti BRIS tidak hanya dikhususkan untuk yang beragama muslim, namun hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi agar market share, layanan dan inovasinya semakin meningkat.
“Untuk itu perlu lompatan yang dituangkan dalam roadmap. Dalam strategi kita sangat clear bahwa lembaganya itu harus bisa berkompetisi (dengan konvensional),” pungkas Wimboh.