Home / Corporate Action / Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Berharap Pemerintah Naikan Harga Acuan Gula Tani

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Berharap Pemerintah Naikan Harga Acuan Gula Tani

Marketnews.id Harga acuan gula dan harga eceran tertinggi sudah lebih enam tahun tidak mengalami kenaikan. Kondisi ini memberatkan petani gula karena dampak margin yang terlalu tipis buat distributor berdampak pada penekanan harga pada kelompok tani. Atas situasi tersebut, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan kepada pemerintah untuk meningkatkan harga acuan gula tani sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani tebu dan mewujudkan swasembada gula yang berdaya saing di Indonesia.

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan ke pemerintah untuk meningkatkan harga harga acuan gula tani (HPP) dan HET gula tani sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani tebu dan mewujudkan swasembada gula yang berdaya saing di Indonesia.

“Harga acuan gula tani sebesar Rp9.100 per kilogram dan harga eceran tertinggi (HET) gula Rp12.500/kg sudah enam tahun tidak naik. Padahal HPP tersebut masih jauh di bawah biaya pokok produksi (BPP) yang saat saat ini sebesar Rp11.000/Kg,” kata Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen melalui rilis yang diterima, Sabtu.

Ia mengungkapkan rekomendasi tersebut disampaikan saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APTRI yang digelar di Jakarta 9 April 2021 dan menghasilkan 10 rekomendasi untuk pemerintah, di antaranya terkait HPP dan HET gula tani.

Menurut dia, HET sebesar Rp12.500/kg terlalu rendah dan mendekati BPP gula tani sehingga margin untuk distribusi dirasa sangat mepet, akibatnya harga gula tani yang ditekan.

Untuk itu, APTRI mengusulkan agar kepada Menteri Perdagangan menaikkan HPP gula tani sebesar Rp11.500/kg, dengan asumsi ada keuntungan yang wajar dari usaha tani tebu selama setahun. Usulan HPP tersebut dinilai juga tidak memberatkan kepada konsumen.

APTRI juga mengusulkan revisi Permendag nomor 1/2019 tentang Perdagangan Gula Rafinasi, yakni menghapus koperasi dalam mata rantai distribusi gula rafinasi sehingga perlu menghapus pasal 5 ayat 2 dan pasal 6. Dengan adanya koperasi sebagai distributor akan memperpanjang mata rantai distribusi dan menambah kebocoran.

“Penjualan gula rafinasi lebih baik dikembalikan semula yakni dari produsen rafinasi langsung kepada industri makanan dan minuman pengguna. Impor gula konsumsi (GKP) juga perlu dibatasi agar tidak mengganggu gula petani,” ujarnya.

Sementara itu, Sekjen APTRI M. Nur Khabsyin menambahkan APTRI juga mendesak pemerintah meminta para importir gula membeli gula petani musim giling 2021, minimal sama seperti tahun lalu sebesar Rp11.200/kg. Sehingga persoalan menumpuknya gula tani di gudang bisa teratasi dan petani ikut merasakan keuntungan.

Rekomendasi lainnya, yakni agar subsidi pupuk tidak dikurangi karena saat ini petani sulit mendapatkan pupuk bersubsidi dan kebijakan penyaluran pupuk juga dikembalikan ke sistem semula.

“Kredit Usaha Rakyat untuk petani tebu juga diharapkan bisa dipermudah persyaratannya. APTRI juga mendorong pemerintah menyediakan benih unggul yang disubsidi dengan potensi rendemen tinggi dan harga terjangkau,” ujarnya.

Sedangkan rekomendasi untuk perusahaan gula, agar tidak menjual gula di bawah harga penjualan gula milik petani agar harga tidak semakin turun.

Check Also

Mulai 9 Desember, Hampir Semua Saham Bisa Diperdagangkan Di Pra Pembukaan

MarketNews.id-Bursa Efek Indonesia (BEI) akan melepas hampir semua saham dapat diperdagangkan di masa pra pembukaan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *