Marketnews.id Salah satu kelemahan pelaku usaha mikro di Indonesia adalah belum tersertifikasi jenis produk atau jasa mereka. Padahal, sertifikasi produk baik barang maupun jasa menjadi salah satu kunci bagi daya saing sektor tersebut. Pemerintah lewat Kementrian Koperasi dan UKM menargetkan sebanyak tiga juta pelaku usaha mikro akan mendapatkan sertifikasi lewat program pendampingan.
Pelaku usaha mikro di Indonesia mencapai 99,62 persen atau sebanyak 63.955.369 unit usaha dari total jumlah pelaku usaha nasional. Dengan jumlah yang begitu besar, maka sektor ini merupakan kekuatan ekonomi yang sesungguhnya dalam struktur pelaku ekonomi nasional.
Namun sayangnya terkait dengan kepemilikan sertifikasi usaha masih sangat kecil, padahal sertifikasi produk baik barang dan jasa menjadi salah satu kunci bagi daya saing sektor tersebut.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, Eddy Satriya, menjelaskan dari data BPS tahun 2019, dari 4.380.176 Usaha Mikro dan Kecil (UMK) 96 persennya tidak memiliki sertifikat usaha. Artinya dari jumlah itu hanya sekitar 4 persen atau 168.161 UMK yang telah memiliki sertifikat Hak Paten/ Hak Cipta/ HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan lainnya.
Kecilnya jumlah pelaku UMK yang tersertifikasi ini menjadi tantangan pemerintah agar terus meningkatkannya agar produk UMK bisa berdaya saing.
“Kita menargetkan sebanyak 3 juta pelaku usaha mikro mendapatkan sertifikasi-sertifikasi tersebut,” ungkap Eddy dalam keterangannya, Sabtu (27/3).
Dijelaskannya bahwa pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM telah menyiapkan beberapa program pendampingan agar mereka dapat tersertifikasi. Rencana fasilitasi pendaftaran sertikasi yang akan dilakukannya seperti pendaftaran Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), Sertifikasi Halal, Merek dan Hak Cipta, serta izin edar BPOM MD (Makanan Dalam). Bahkan untuk UMK terpilih akan diberikan kebebasan biaya dalam mengurus sertifikat itu.
“Dalam hal ini, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah diamanatkan untuk melakukan pembinaan pemenuhan perizinan tunggal, sertifikat standar dan izin bagi usaha mikro dan kecil,” kata dia.
Terkait pendaftaran sertifikasi halal, lanjut Eddy, diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro yang memiliki usaha pangan olahan atau bergerak di sektor makanan dan minuman. Di dalam PP nomor 7 tahun 2021 menyatakan bahwa Nomor Induk Berusaha juga berlaku sebagai Perizinan tunggal yang meliputi Perizinan Berusaha, Standar Nasional Indonesia, dan Sertifikasi Jaminan Produk Halal yang masih bersifat surat pernyataan mandiri (self declare).
Namun, untuk pemakaian logo halal tetap diperlukan Fatwa MUI tentang halalnya suatu produk sehingga dapat dicantumkan dalam label produk pelaku usaha mikro.
“Untuk itu, kami akan memfasilitasi pengganti pembiayaan dalam mengurus sertifikasi halal melalui konsultan untuk membantu proses sertifikasi tersebut,” ujar Eddy.
Kemudian, pendaftaran merek dan hak cipta diperuntukkan bagi pelaku semua usaha mikro yang memiliki produk. Saat ini, diperlukan hak atas merek dagang agar dapat dikenali pangsa pasar dan tidak ditiru atas merek dagangnya.
Sementara terkait pendaftaran Izin Edar MD dari Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) difasilitasi bagi pelaku usaha mikro yang menghasilkan produk olahan pangan dengan kategori high risk.
“Dalam hal ini para pelaku usaha mikro terkendala dengan pembiayaan pengujian produk di laboratorium sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh Izin Edar tersebut,” kata Eddy.