Marketnews.id Berbeda dengan optimisme yang dibawa oleh Pemerintah soal pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama tahun ini, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) justru memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama akan mengalami kontraksi atau minus 1 persen.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan, ekonomi Indonesia pada kuartal I/2021 masih akan mengalami kontraksi sebesar -1 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, hal ini disebabkan oleh situasi pandemi Covid-19 yang belum reda. Kasus harian Covid-19 masih terus mengalami peningkatan, apalagi pemerintah akan menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro mulai 9 Februari 2021.
Penerapan PPKM tersebut akan membatasi mobilitas masyarakat sehingga aktivitas ekonomi masih akan berjalan lambat. Padahal, tingkat inflasi pada awal 2021 masih tercatat rendah sejalan dengan daya beli masyarakat yang tertekan.
Pengeluaran pemerintah, termasuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) juga diperkirakan belum akan berperan signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun ini.
“Kami perkirakan kuartal I/2021 sekitar -1 persen. Jangan berharap dengan situasi sekarang kita bisa tumbuh positif di kuartal I, apalagi tanggal 9 Februari nanti [pemerintah] melanjutkan kebijakan PPKM dengan skala mikro, pasti masih ada dampaknya ke ekonomi,” katanya dalam konferensi pers virtual, Minggu (7/2/2021).
Sebagaimana diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2020 terkontraksi -2,19 persen secara tahunan. Adapun untuk keseluruhan tahun 2020, ekonomi tercatat mengalami kontraksi -2,07 persen.
Melihat data tersebut, Tauhid menilai, ekonomi Indonesia masih belum berada pada jalur pemulihan. Pasalnya, salah satu komponen terbesar dalam konsumsi rumah tangga, yaitu makanan dan minuman yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, terus mengalami penurunan hingga kuartal IV/2020.
Di samping itu, perkembangan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tidak terlalu baik, bahkan cenderung stagnan. Adapun berdasarkan catatan BKPM, investasi pada 2020 justru terealisasi sebesar Rp826,3 triliun. Namun, realisasi tersebut tidak memiliki dampak yang signifikan ke struktur PDB.
Oleh karenanya, menurut Tauhid, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi agar bisa lebih optimal pada tahun ini, di antaranya dengan meningkatkan efektifitas stimulus fiskal dengan memperbaiki data sasaran penerima, memberbaiki mekanisme pengalokasian , perubahan nilai alokasi anggaran, dan menghapus kegiatan program PEN yang boros dan tidak efektif.
Pemerntah harus menempatkan skala prioritas dalam menjaga konsumsi masyarakat untuk makanan dan minuman tetap terjaga baik.
“Selain itu, anggaran PEN 2021 yang diperkirakan Rp619 triliun perlu dikaji ulang mengingat skenario yang sama dengan 2020 tampaknya akan bernasib sama dengan tahun 2020,” uajrnya.
Menurutnya, anggaran kementerian dan lembaga (K/L) dan Pemda yang sebesar Rp141 triliun dengan kenaikan lebih dari 100 persen dibandingkan dengan 2020 yang sebesar Rp66,59 triliun perlu dialokasikan untuk menambal bantuan sosial bagi kelompok masyarakat terbawah.
Pemerintah pun harus dapat memastikan ketersediaan vaksin dapat disediakan di tahun ini. “Jika
terlambat, maka hanya akan mimpi bahwa pemulihan ekonomi benar-benar terjadi. Untuk itu, perlu upaya yang serius dalam pengadaan vaksin dalam waktu yang relatif cepat”, ujarnya.