Marketnews.id Produsen roti dengan merek dagang Sari Roti, hingga September 2020 mengalami penurunan laba bersih hingga 43 persen. Penurunan ini masih dapat dikatakan signifikan mengingat pendemi Covid-19 yang membuat daya beli masyarakat melemah dampaknya buat perseroan cukup terasa. Strategi apakah yang akan dilakukan perseroan untuk mempertahankan kinerja usaha ke depan.
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI), produsen roti terbesar di Indonesia dengan merek dagang Sari Roti, membukukan penurunan laba bersih sebesar 43% menjadi Rp 120,4 miliar hingga kuartal III-2020 dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 210,9 miliar.
Adapun penjualan perseroan turun tipis dari Rp 2,46 triliun menjadi Rp 2,44 triliun. Sedangkan beban usaha meningkat dari Rp 1,15 triliun menjadi Rp 1,23 triliun. Begitu juga dengan biaya keuangan yang naik dari Rp 49,12 miliar menjadi Rp 60,48 miliar.
Lini penjualan general trade berkontribusi sebesar Rp 701 miliar, naik 22% secara tahunan. Sedangkan lini modern trade selama Januari-September 2020 membukukan penjualan Rp 1,67 triliun. Segmen ini menjadi kontributor terbesar penjualan perseroan.
Menurut Direktur Nippon Indosari Corpindo Arlina Sofia, selama pandemi Covid-19, pihaknya fokus pada pasar potensial di area pemukiman dengan memperkenalkan moda pemesanan produk melalui WhatsApp dan Chatbot.
Strategi ini dengan cara melakukan inisiatif dan pemasaran yang efektif terbukti menjaga penjualan meski di tengah pandemi, khususnya pada periode Juli-September 2020, yakni Rp 505 miliar. Jumlah ini relatif stabil dibandingkan dengan periode April sampai Juni 2020.
“Kami senantiasa melakukan analisis komprehensif terhadap daya beli, pola konsumsi, belanja, dan aktivitas masyarakat agar dapat menentukan strategi yang tepat dalam menghadapi tantangan usaha dan ketidakpastian akibat pandemi Covid-19,” jelas Arlina dalam keterangan resmi, baru-baru ini.
Atas pencapaian tersebut, EBITDA perseroan meningkat sebanyak 20,9% menjadi Rp 96,7 miliar hingga September 2020. Di sisi lain, Nippon Indosari telah merealisasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 361,6 miliar atau setara dengan 90,4%.
“Capex telah digunakan untuk melanjutkan beberapa pengembangan usaha, seperti peningkatan kapasitas, penguatan jaringan distribusi, serta pembangunan pabrik baru di Banjarmasin dan Pekanbaru yang ditargetkan operasi komersial pada kuartal I tahun 2021,” ungkapnya.
Belum lama ini, KKR & Co LP melalui Demeter Indo Investment Pte Ltd membeli sebanyak 98,53 juta (1,59%) saham Nippon Indosari. Dengan demikian, KKR memiliki 19,64% saham Nippon Indosari.
“Sebelum transaksi ini, kami memiliki sebanyak 1,11 miliar saham Nippon Indosari atau setara dengan 18,05%,” ungkap Direktur Demeter Indo Investment Jaka Prasetya dalam keterangan tertulis.
Perusahaan tersebut menggelontorkan dana senilai Rp 121,2 miliar untuk menambah saham Nippon Indosari dengan harga pembelian Rp 1.230 per saham. Transaksi ini telah dilakukan pada 29 September 2020. Tujuan dilakukannya aksi tersebut untuk investasi.
Sebelumnya, Nippon Indosari meraup dana sebesar Rp 459,4 miliar dari penjualan saham simpanan (treasury stock) sebanyak 375,03 juta saham atau setara 6,06% kepada Lief Holdings Pte Ltd. Rencananya dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan bisnis penjualan roti.
Sekretaris Perusahaan Nippon Indosari Sri Mulyana mengungkapkan, Lief Holdings Pte Ltd merupakan perusahaan keluarga Yap dan Wendy Sui Cheng Yap, yang juga menjabat direktur utama perseroan. Dengan penjualan saham tersebut, Lief Holding kini menjadi pemegang 6,06% saham perseroan.
“Pengalihan yang dilakukan oleh perseroan kepada Lief Holdings sebagai cerminan komitmen dan dukungan penuh Wendy Yap terhadap perkembangan potensi bisnis perseroan di masa yang mendatang,” ujar Sri.