Marketnews.id Dunia usaha khususnya di sektor ritel, perdagangan dan konsumsi sudah semakin kencang berteriak dengan semakin sulitnya mempertahankan usaha mereka. Padahal. Pemerintah melalui stimulus yang telah dan akan disalurkan telah menyiapkan anggaran yang tidak sedikit agar dunia usaha dapat terus bergerak hingga mampu tidak melakukan PHK.
Pengetatan kembali pembatasan sosial berskala besar ( PSBB ) di Jakarta memupus harapan akan segera pulihnya konsumsi masyarakat, merusak harapan pemulihan bisnis ritel yang sudah babak belur.
Sementara survei menunjukkan orang Indonesia yang lebih kaya pesimis terhadap peningkatan kasus virus korona.
“Kelas menengah Indonesia yang masih dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi yang tinggi, akan terus menahan diri untuk membeli dan memilih menabung,” kata Satria Sambijantoro, Ekonom PT Bahana Sekuritas di Jakarta. Selama kasus Covid-19 terus meningkat, tahun 2020 akan tetap menjadi “tahun pengeluaran dengan hati-hati,” imbuhnya, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (22/9).
Pemerintah memangkas perkiraan pertumbuhan 2020, dengan perkiraan kontraksi 0,6% hingga 1,7%, dan kemungkinan pelemahan pertumbuhan pada kuartal ketiga dan keempat. Pukulan terhadap konsumsi rumah tangga, yang menyumbang sekitar 60% dari produk domestik bruto, dapatmemperburuk penurunan.
PDB Indonesia sudah menyusut 5,32% pada periode Maret-Juni dibanding periode yang sama tahun lalu. Estimasi median dalam jajak pendapat Bloomberg menunjukkan, analis memperkirakan penurunan 2% pada kuartal ini.
Hasil survei Bank Indonesia pada Agustus lalu mengindikasikan, kepercayaan konsumen dengan belanja lebih dari 5 juta rupiah per bulan menurun. Ekspektasi penjualan ritel untuk tiga dan enam bulan ke depan pada Juli lalu juga menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Menurut Roy Mandey, ketua Aprindo (asosiasi pengusaharitel Indonesia), para peritel sudah menggunakan sebagian cadangan modalnya untuk tetap bertahan. Pertanyaannya adalah berapa lama pandemi akan terus menggerus modal? Para pengecer khawatir mereka akan kehabisan napas sebelum permintaan meningkat.
“Jika tekanan terus berlanjut, tinggal menunggu waktu hingga satu per satu peritel modern berhenti beroperasi, terutama peritel lokal dengan skala usaha yang lebih kecil,” kata Roy.
PT Mitra Adiperkasa Tbk. (MAPI) hanya akan merealisasikan 30% dari rencana belanja modalnya senilai Rp1,2 triliun tahun ini, setelah melaporkan rekor rugi bersih pada kuartal kedua. PT Matahari Department Store (LPPF) dan PT Ramayana Lestari Sentosa (RALS), juga merugi karena orang-orang menjauh dari pusat perbelanjaan.
Menurunnya kembali aktivitas peritel, kata Satria dari Bahana, berarti pemulihan berbentuk V yang telah diperhitungkan pasar tidak mungkin terjadi. Pebisnis ritel hanya dapat dapat mengharapkan pemulihan berbentuk U atau L karena konsumsi rumah tangga membutuhkan waktu untuk pulih.
Wakil Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja menuding penerapan kembali PSBB , “tentu saja menambah penurunan,” terutama di kawasan bisnis Jakarta karena orang bekerja dari rumah.
Menurut laporan mobilitas Google per 11 September, kunjungan ke tempat-tempat penjualan ritel dan rekreasi masih 10% lebih rendah dari pada sebelum pandemi dimulai.
“Kami masih memiliki cadangan selama periode pembatasan pertama,” kata Alphonzus. “Tapi sekarang kita telah memasuki batasan lain dalam keadaan babak belur.” (Bloomberg)