Marketnews.id Guna menstabilkan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia (BI) telah melakukan invertensi dipasar spot dan domestik sebesar Rp 195 Triliun. Seperti menabur garam di lautan. Usaha BI agar rupiah tidak melorot nilai nya tidak berhasil. Posisi nilai rupiah tetap melemah mencapai nilai terendah sejak krisis moneter tahun1998 lalu.
Seperti diketahui, Bank Indonesia membeli Surat Berharga Negara (SBN) senilai hampir Rp195 triliun, termasuk melakukan intervensi di pasar spot dan Domestik Non-Deliverable Forward ( DNDF ) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
“Ini yang kami terus lakukan menjaga confident di pasar dan memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan menjaga kecukupan likuiditas baik rupiah dan valas,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo ketika memaparkan hasil Rapat Dewan Gubernur BI melalui konferensi video di Jakarta, Kamis (19/3).
Selain menginjeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan dengan membeli SBN itu, lanjut dia, Bank Indonesia juga melakukan repo dengan agunan surat berharga negara (SBN) dengan nominal sekitar Rp53 triliun.
Bank sentral itu, kata Perry Warjiyo, juga sudah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar Rp51 triliun dan pihaknya akan menambah Rp23 triliun per 1 April 2020.
“Likuiditas valas kami kendorkan yaitu dengan penurunan GWM valas menjadi empat persen atau 3,2 miliar (dolar AS),” katanya.
Dalam kesempatan itu, Perry Warjiyo juga memastikan penentuan nilai tukar di pasar baik melalui broker dan antarbank dilakukan dengan convergence.
“Kami pastikan dari pagi sampai sore Bank Indonesia selalu ada di pasar. Itulah langkah yang kami lakukan menjaga confident, mekanisme pasar, dan juga kecukupan likuiditas agar dalam situasi sangat sulit itu terus dijaga,” katanya.
Bank Indonesia, lanjut Perry Warjiyo, tidak hanya memiliki instrumen dalam menentukan suku bunga acuan, tetapi juga melakukan intervensi tersebut untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilakukan 18-19 Maret 2020 memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen.
Dalam hitungan BI, hingga 18 Maret 2020, rupiah secara rerata telah melemah 5,18% dibandingkan dengan rerata level Februari 2020, dan secara point to point harian melemah sebesar 5,72%.
Dengan perkembangan ini, rupiah dibandingkan dengan level akhir 2019 terdepresiasi sekitar 8,77%, seiring dengan pelemahan mata uang negara berkembang lainnya.