marketnews.id. Gayung bersambut. Setelah beberapa ekonom asing meragukan data yang dirilis oleh Badan Pusat Stasistik (BPS) tentang ekonomi makro Indonesia.Istana Kepresidenan memberikan pernyataan langsung mengenai data pertumbuhan ekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang diragukan oleh beberapa ekonom asing. Salah satu yang meragukan adalah lembaga ekonomi bernama Capital Economics.Menanggapi hal itu, Jubir Presiden, Fadjroel Rachman mengatakan bahwa BPS merupakan lembaga negara yang independen dan menjunjung tinggi transparansi.
“Jadi pemerintah pada intinya baik Presiden maupun Menkeu maupun BPS merupakan lembaga negara yang menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas, agar semua yang disampaikan kepada publik betul-betul dapat dipercaya kemudian bersifat ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Fadjroel di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2019).
BPS sendiri telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2019. Tercatat ekonomi RI tumbuh 5,02% (yoy). Menurut Fadjroel, Pemerintah mengakui bahwa realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan kuartal II-2019 yang mencapai 5,05%.
Sebagaimana diberitakan, sebelumnya, BPS melansir data bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2019 di angka 5,02%, sedikit melambat dari kuartal II yang sebesar 5,05% dan tiga bulan pertama 2019 yang di angka 5,07%. Pertumbuhan yang konstan di kisaran 5% sejakPresiden Joko Widodo memerintah sejak 2014.”Kami tidak begitu percaya dengan angka-angka resmi PDB Indonesia, yang stabil selama beberapa tahun terakhir,” tegas Gareth Leather, ekonom di Capital Economics Ltd yang berbasis di London, seperti diberitakan laman Bloomberg Kanada, bnnbloomberg.ca, Selasa (5/11).Dalam sebuah laporannya, Leather mengatakan berdasarkan pelacakan aktivitas yang dilakukan Capital Economics – yang didasarkan pada indikator bulanan – menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia telah melambat tajam selama setahun terakhir.
Suhariyanto, Kepala BPS, dalam konferensi pers di Jakarta hari ini, mengakui bahwa ketegangan perdagangan telah merusak pertumbuhan di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Angka-angka menunjukkan pertumbuhan ekspor yang hampir stagnan, sementara impor anjlok 8,96% dari tahun lalu.Angka pengangguran menunjukkan tingkat pengangguran naik menjadi 5,28% pada Agustus dibandingkan dengan 5,01% pada Februari. Indonesia hanya merilis data pengangguran dua kali setahun.Pertumbuhan pengeluaran rumah tangga melemah menjadi 5,01% pada kuartal ketiga dari 5,17% dalam tiga bulan sebelumnya, sementara belanja pemerintah merosot menjadi 0,98% dari 8,23%. Pertumbuhan investasi juga melambat menjadi 4,21% dari 5,01%
Menurut Fadjroel, Pemerintah juga telah menginstruksikan BPS untuk memberikan penjelasan mengenai data pertumbuhan ekonomi yang diragukan oleh ekonom asing. BPS juga sudah menyampaikan bahwa metodologi yang digunakan ini diawasi oleh lembaga internasional seperti IMF.
“Kemarin Ibu Menkeu Sri Mulyani sudah minta kepada BPS untuk menangani sangat serius pernyataan dari sebuah lembaga riset ini dengan alasan bahwa kami sebagai pemerintahan selalu menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas,” jelas dia.
“Jadi meminta kepada BPS untuk mengundang para ekonom lembaga riset untuk menjelaskan mengenai metodologi riset dan bagaimana data tersebut disampaikan,” tambahnya.