Marketnews.id Pesimistik. Kesan inilah yang terungkap dari beberapa perbincangan dengan pelaku usaha termasuk kalangan bankir. Betapa tidak, baik dari sisi global maupun nasional kondisi ekonomi serampak mengalami penurunan baik secara makro maupun mikro.
Direktur Utama PT Bank Danamon Tbk (BDMN) Yasuhi Itagaki memasang target konservatif untuk pertumbuhan kredit perseroan tahun depan. Kondisi global yang belum menentu jadi alasannya.
“Pertumbuhan kredit kami tahun depan sulit menyentuh dobel digit mengingat pertumbuhan ekonomi yang masih stagnan, dan permintaan kredit yang juga lesu, terutama yang berasal dari kredit modal kerja (KMK), dan kredit investasi (KI),” katanya usai acara Indonesia 2020 Summit di Jakarta.
Guna mendorong permintaan kredit, ia menjelaskan perseroan bakal bekerja sama dengan induknya yaitu MUFG Bank Cabang Jakarta guna menghadirkan layanan yang lengkap.
MUFG Bank Cabang Jakarta bakal menggarap segmen korporasi besar, sedangkan segmen ritel dan menengah, serta konsumsi digarap Bank Danamon.
“Kami masih optimistis, hingga akhir tahun, dan tahun depan kami juga bakal menjaga rasio NIM ( nett interest margin ) di kisaran 8% karena kami memiliki model bisnis yang terintegrasi, termasuk dengan anak usaha kami Adira Finance” lanjutnya. Dari laporan keuangan per kuartal III-2019, Bank Danamon berhasil menyalurkan kredit senilai Rp 140,61 triliun dengan pertumbuhan 10,65% (yoy). Sementara rasio NIM perseroan pada kuartal III-2019 sebesar 8,17%, melandai 79 bps dibandingkan kuartal III-2018 sebesar 8,96%.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Ekonom Bank Danamon Dian Ayu Yunita memproyeksikan pertumbuhan kredit pada 2020 sebesar 7,7%. Lebih rendah dibandingkan proyeksi hingga akhir 2019 sebesar 8,3%.
“Pertumbuhan kredit akan tergantung pertumbuhan PDB nasional. Saat ini, penopang PDB nasional juga ada di segmen konsumsi, sementara investasi tercatat melambat, kalau belum bisa menguat pertumbuhan kredit secara industri juga akan melambat,” katanya dalam kesempatan serupa.
Selain itu, ia juga menyinggung soal risiko global akibat sejumlah peristiwa macam perang dagang antara Amerika Serikat, dan China, Brexit, hingga melemahnya permintaan kredit secara nasional.
Kemudian kondisi likuiditas yang ketat dengan ditandai masih tingginya loan to deposit ratio (LDR) industri perbankan juga jadi faktor perlambatan kredit. Hingga akhir tahun dan tahun depan ia memproyeksikan LDR perbankan bakal selalu berada di atas 95%.
Meski demikian, di awal-awal 2020 Dian memproyeksikan mulai adanya peningkatan permintaan kredit. Ini imbas dari dilangsungkannya bunga acuan Bank Indonesia sebanyak 100 bps selama 2019.
Adapula dari catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Per September 2019 pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,89% (yoy), sementara pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 7,47% (yoy).