Home / Otoritas / Bank Indonesia / Stabilitas Sistem Keuangan Tetap Terjaga Di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global

Stabilitas Sistem Keuangan Tetap Terjaga Di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global

Marketnews.id Gejolak yang terjadi di akhir tahun lalu, seperti kasus Asuransi Jiwasraya, Bumiputera dan Asabri, ternyata tidak banyak berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia.

Stabilitas sistem keuangan, selama triwulan IV/2019 tetap terjaga di tengah masalah yang menimpa sejumlah lembaga keuangan. Terjaganya kondisi perekonomian domestik, ditambah dengan bauran kebijakan moneter yang baik menjadi faktor pendukung utama.

Menurut Menteri Keuangan yang juga merupakan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati, pihaknya menyimpulkan, stabilitas sistem keuangan selama triwulan terakhir di tahun 2019 tetap terjaga di tengah ketidakpastian perekonomian global yang menurun serta sorotan masyarakat terhadap masalah beberapa lembaga jasa keuangan.

Salah satu faktor pendukung hal ini adalah dari sisi domestik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil di kisaran 5%. Pertumbuhan yang terjaga merupakan kontribusi konsumsi rumah tangga yang tetap tinggi dan juga tingkat investasi yang meningkat, terutama pada sektor bangunan.

Ia melanjutkan, nilai ekspor juga menunjukkan tren perbaikan meskipun kinerja investasi non-bangunan masih perlu menjadi perhatian. Neraca pembayaran sepanjang 2019 juga diperkirakan akan surplus karena besarnya aliran modal asing (capital inflow) dan defisit transaksi berjalan yang menurun.

“Berlanjutnya capital inflow ditambah dengan bekerjanya mekanisme pasar secara optimal juga mendorong penguatan nilai tukar Rupiah yang berimbas pada meningkatnya kepercayaan investor,” katanya dalam Konferensi Pers KSSK di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Rabu (22/1/2020).

Dari sisi fiskal, fungsi APBN 2019 secara countercyclical dinilai berhasil menjaga momentum pertumbuhan dan stabilitas makroekonomi. Hal ini terlihat dari defisit yang terjaga pada level 2,2% dengan sumber pembiayaan yang dijaga dengan memperhatikan batas aman rasio utang. Imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) mengalami penurunan seiring dengan perbaikan credit rating dan meningkatnya kepercayaan pasar.

Selain itu, pelaksanaan APBN 2019 juga mengakselerasi pencapaian prioritas pembangunan dan peningkatan kesejahteraan serta mendukung investasi dan dunia usaha. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan fasilitas perpajakan, percepatan restitusi, dan pemberian insentif untuk UMKM.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, pihaknya terus memperkuat bauran kebijakan salah satunya adalah kebijakan moneter akomodatif yang dipertahankan sesuai dengan angka inflasi yang sesuai target pada kisaran 3% +/-1%. Selain itu, sepanjang 2019 BI juga telah melakukan penurunan suku bunga acuan sebanyak empat kali senilai 100 basis poin.

Dari sisi makroprudensial, sejumlah kebijakan akomodatif yang dilakukan adalah pelonggaran Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik konvensional maupun syariah; pelonggaran rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV), termasuk tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk pembiayaan properti dan kendaraan bermotor berwawasan lingkungan.

Bank Indonesia (BI) memastikan akan terus memperkuat bauran kebijakan moneternya pada tahun 2020. Kebijakan moneter akomodatif ini sebelumnya telah dilakukan BI di sepanjang tahun 2019 kemarin demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.


Lebih jauh Perry Warjiyo mengatakan,bahwa di tahun 2019 kemarin bauran kebijakan BI dilakukan seperti menurunkan suku bunga kebijakan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak 4 kali sebesar 100 bps. Selain itu pihaknya juga melakukan pengaturan rasio intermediasi makroprudensial (RIM).


Kemudian juga kebijakan yang dapat mendorong permintaan kredit pelaku usaha melalui pelonggaran ketentuan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV). Bauran-bauran kebijakan seperti inilah yang akan dilanjutkannya di tahun ini.
“Seluruh instrumen bauran kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk menjaga dan memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi, kebijakan moneter yang akomodatif ini akan dilanjutkan,” ujar Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan ( KSSK ) di Kementerian Keuangan, Rabu (22/1).


Perry menambahkan, dengan berbagai bauran kebijakan di BI dan juga kebijakan fiskal pemerintah, terbukti berhasil menjaga momentum penumbuhan dan stabilitas makroekonomi. Tercatat defisit APBN mencapai 2,20 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan rasio utang bisa dipertahankan dalam batas aman.

Check Also

Jelang Nataru 2024/2025, Pertamina Pastikan Kebutuhan Energi Nasional Terpenuhi

MarketNews.id-PT Pertamina (Persero) pastikan ketersediaan energi nasional jelang perayaan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *