MarketNews.id- Fast Food Indonesia (FAST), alami penyusutan pendapatan sedalam 17,8 persen secara tahunan menjadi Rp4,875 triliun pada tahun 2024.
Pasalnya, penjualan makanan dan minuman turun sedalam 17,8 persen secara tahunan menjadi Rp4,854 triliun. Senasib, komisi atas penjualan konsinyasi merosot 18,7 persen secara tahunan menjadi Rp19,571 miliar.
Walau beban pokok penjualan dapat ditekan sedalam 10,3 persen secara tahunan menjadi Rp2,034 triliun. Tapi laba kotor tetap terpangkas 22,4 persen secara tahunan menjadi Rp2,84 triliun.
Demikian juga dengan beban usaha yang turun 8,6 persen secara tahunan menjadi Rp3,624 triliun. Tapi rugi usaha bengkak 160,4 persen secara tahunan menjadi Rp784 miliar.
Sejalan, rugi sebelum pajak penghasilan menggembung 133,6 persen secara tahunan menjadi Rp862,55 miliar.
Direktur Utama FAST, Ricardo Gelael melaporkan, rugi bersih sedalam Rp796,71 miliar pada tahun 2024. Nilai kerugian ini menukik 91,8 persen dibanding tahun 2023 yang tercatat Rp415,65 miliar.
Dampaknya, emiten rumah makan cepat saji kongsian Galael Pratama dan Grup Salim ini mulai mencatatkan defisit sedalam Rp148,82 miliar pada akhir tahun 2024. Kondisi ini memburuk dibanding akhir tahun 2023 yang membukukan saldo laba Rp514,54 miliar.
Pada gilirannya, total ekuitas berkurang 82,4 persen secara tahunan sisa Rp127,73 miliar pada akhir tahun 2024.
Pada sisi lain, jumlah kewajiban bertambah 6,7 persen secara tahunan menjadi Rp3,401 triliun pada akhir Desember 2024.
Adapun rasio keuangan penting seperti rasio lancar 26,9 persen; ROA -22,62 persen; ROE -624,94 persen; dan Ebitda terhadap pendapatan -6,97 persen.
Data tersebut tersaji dalam laporan keuangan tahun 2024 telah audit FAST yang diunggah pada laman BEI dikutip Rabu 23 April 2025.
BEI telah menyematkan notasi khusus L kode saham perusahaan ini karena terlambat menyampaikan laporan keuangan tahun 2024 telah audit.
Abdul Segara