MarketNews.id Melemahnya nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat hingga pekan pertama Nopember 2023 termasuk pelemahan terbaik dibanding tahun lalu. Dengan pelemahan rupiah sekitar 0,8 persen terhadap dolar AS, bisa dibilang rupiah adalah mata uang yang performanya cukup terjaga dibanding mata uang lainnya secara year to date.
Kurs rupiah masih berada dalam posisi melemah terhadap dolar Amerika Serikat sepanjang tahun berjalan, karena belum ada kepastian penurunan suku bunga acuan Federal Reserve ke depan.
Mengutip data aplikasi IPOT , Jumat 10 Nopember 2023 usai penutupan sore, kurs rupiah ditutup pada level Rp15.690 per dolar AS, melemah 117 poin atau 0,8 persen dari akhir tahun 2022 di level Rp15.573 per dolar AS (year to date).
Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah terhadap dolar dalam beberapa bulan ke belakang ini masih jauh lebih baik ketimbang pelemahan yang terjadi 2019-2020.
“Kalau dilihat tahun 2019-2020 itu jauh lebih parah dibanding yang terjadi saat ini. Sebetulnya, rupiah adalah mata uang yang performanya cukup terjaga dibanding mata uang lainnya secara year to date,” kata Ibrahim.
Saat ini the Fed yang merupakan Bank Sentral AS, belum bisa dipastikan akan melakukan jeda atau tidak dalam menaikan suku bunga. Pergerakan suku bunga The Fed ini memang mempengaruhi bank sentral di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
“Apalagi kendati sedang dilakukan penahanan suku bunga oleh The Fed, tidak serta merta membuat mereka akan segera menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat,” ujar Ibrahim.
Bank Indonesia memang telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6 persen. Kenaikkan suku bunga ini akan berdampak terhadap berbagai sektor mulai dari properti, asuransi, sampai kredit yang disalurkan perbankan.
Meskipun begitu, perlu dipahami juga bahwa kenaikan suku bunga dilakukan untuk memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak ketidakpastian global, serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk mitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor.
BI melakukan tindakan preemptive dan forward looking di tengah ketidakstabilan global. BI ingin mendukung kestabilan nilai rupiah di tengah volatilitas yang tinggi. Volatilitas tinggi ini bisa dilihat dari angka yield obligasi Amerika Serikat (AS) yang sempat menyentuh angka 5 persen, tertinggi sejak 2007.