Marketnews.id Meskipun pendemi Covid-19 telah berlangsung hampir dua tahun, kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI) di 2021 ini telah kembali membaik melebihi sebelum terjadi pendemi Covid-19 akhir 2019 lalu.
Meskipun indeks saham sempat rontok ke titik terendah di posisi 3.938 di 2020, posisi indeks telah berbalik dan mencatat rekor baru di posisi 6.723,39 pada Nopember 2021. Posisi indeks ini merupakan posisi tertinggi sepanjang sejarah BEI.
Bangkit nya pasar modal yang tercermin dari perdagangan saham di BEI semasa pendemi Covid-19 tidak lepas dari hadirnya investor milenial yang sebelumnya tidak pernah mengenal bursa. Pembatasan Pergerakan Manusia (PPKM) akibat pendemi, telah mengalihkan dana yang selama ini digunakan oleh melinial untuk kegiatan konsumtif beralih pada investasi di bursa.
Akibatnya jumlah pemodal lokal dan ritel semakin bertambah dan bursapun semakin bergairah dengan hadirnya investor milenial. Jumlah investor bursapun meningkat signifikan dari 2.484 investor di 2019 menjadi 7.151 investor di Nopember 2021.
Sumbangsih investor ritel milenial buat pasar modal Indonesia patut diapresiasi oleh BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kehadiran investor milenial telah membuat pasar modal Indonesia telah jadi tuan rumah di pasarnya sendiri.
BEI mencatat jumlah penawaran umum saham perdana (IPO) hingga November 2021 mencapai 52. Namun jumlah penghimpunan dana melalui IPO melonjak menjadi Rp62,21 triliun.
Direktur Utama BEI, Inarno Djajadi mengatakan jumlah emiten baru yang IPO di pasar modal tahun ini tidak terlalu banyak bertambah dibanding tahun lalu yang mencatat ada 51 emiten baru yang IPO.
“Tetapi jumlah dana yang dihimpun lewat IPO meningkat drastis dibanding tahun lalu yang hanya sebesar Rp5,58 triliun,” kata Inarno dalam Webinar Kagama bertajuk “Review Perekonomian 2021 Dan Outlook 2022, Jumat, 17 Desember 2021.
Data BEI menunjukkan jumlah IPO pada tahun 2019 mencapai 55 emiten baru dengan jumlah dana yang dihimpun mencapai Rp14,78 triliun. Dengan demikian, jumlah IPO dan penghimpunan dana lewat IPO pada tahun 2020 memang mengalami penurunan dibanding 2019. Situasi ini tak lepas dari efek pandemi Covid-19 yang melanda dunia.
“Hingga November 2021, total ada 764 perusahaan yang terdaftar di BEI. Dalam pipeline kami masih ada 12 perusahaan lagi yang akan IPO sampai akhir tahun ini. Mungkin sebagian baru bisa IPO pada awal tahun 2022,” ujar Inarno.
Data BEI menunjukkan jumlah IPO pada tahun 2016, 2017 dan 2018 berturut – turut adalah 16, 37, dan 57. Sementara jumlah dana yang dihimpun melalui IPO dalam periode yang sama berturut – turut adalah Rp12,1 triliun, Rp9,6 triliun, dan Rp15,7 triliun.
Hingga Oktober 2021, sudah 751 yang go public di pasar modal Indonesia. Jumlah ini tumbuh 39,9% dibanding tahun 2016 yang tercatat mencapai 537 perusahaan.
Capaian ini membuat Indonesia menjadi yang terbaik di ASEAN. Malaysia mencatatkan jumlah perusahaan yang go public di pasar sahamnya bertambah dari 903 pada 2016 menjadi 946 pada Oktober 2021 atau tumbuh 4,8%. Vietnam mencatatkan jumlah perusahaan yang go public di pasar sahamnya bertambah dari 320 pada 2016 menjadi 404 pada Oktober 2021 atau tumbuh 26,3%.
Thailand mencatatkan jumlah perusahaan yang go public di pasar sahamnya bertambah dari 656 pada 2016 menjadi 767 pada Oktober 2021 atau tumbuh 16,9%.
Filipina mencatatkan jumlah perusahaan yang go public di pasar sahamnya bertambah dari 265 pada 2016 menjadi 273 pada Oktober 2021 atau tumbuh 3,03%.
“Bahkan Singapura mencatatkan jumlah perusahaan yang go public di pasar sahamnya justru berkurang dari 757 pada 2016 menjadi 671 pada Oktober 2021. Jumlah ini malah turun -11,4%,” tutup Inarno.