Marketnews.id Secara gradual dan terencana, PT PP Presisi Tbk (PPRE) sudah mulai mengembangkan bisnis Pertambangan.
Untuk tahun anggaran 2022, perusahaan yang bergerak dalam bidang infrastruktur ini telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 500 miliar untuk mengembangkan produksi biji nikel yang pasarnya semakin besar dengan kehadiran kendaraan listrik. Fokus usaha yang mulai berubah ini mestinya sudah diketahui dan disetujui oleh pemegang saham.
PP Presisi Tbk (PPRE) menyiapkan belanja modal ( capex ) senilai Rp 500 miliar tahun 2022, seiring dengan fokus perseroan untuk memperkuat bisnis jasa pertambangan. Sedangkan realisasi kontrak baru perseroan hingga Oktober 2021 telah mencapai Rp 4,8 triliun.
Direktur Utama PP Presisi Rully Noviandar mengatakan, dana capex itu nantinya bersumber dari pinjaman perbankan dan hasil penerbitan obligasi korporasi yang direncanakan emisi pada semester I-2022. Total dana yang dirancang dari emisi tersebut berkisar Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun.
“Sebagian besar capex nantinya digunakan untuk membiayai penambahan alat berat untuk penguatan sektor jasa pertambangan, sejalan dengan rencana kami tahun depan untuk lebih fokus pada jasa pertambangan terutama pada tambang nikel,” jelasnya dalam paparan publik virtual, di Jakarta, Kamis, 11 Nopember 2021.
Keseriusan menggarap bisnis jasa pertambangan, ungkap Rully, didukung tren peningkatan permintaan nikel pada masa yang akan datang. Hal ini ditandai dengan kenaikan harga nikel dan juga gencarnya pembangunan smelter untuk memenuhi permintaan akan bahan baku baterai.
Ekspansi ke bisnis jasa pertambangan, tutur dia, juga didukung kontribusi margin dan cash flow dari bisnis tersebut tergolong baik. Bahkan, lebih baik ketimbang pada proyek infrastruktur. Apalagi pembayaran proyek jasa pertambangan umumnya lebih cepat.
Sementara itu, Direktur Keuangan PP Presisi Benny Pidakso mengatakan, perolehan kontrak baru perseroan hingga Oktober 2021 telah mencapai Rp 4,8 triliun. Angka tersebut meningkat sebesar 129%, dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 2,1 triliun.
Tidak hanya itu, raihan tersebut sudah melampaui target kontrak baru 2021 atau merefleksikan 133% dari target konrak. Kontrak baru berasal dari sektor kontrak jasa pertambangan 49% dan sisanya 51% dari jasa konstruksi.
“Dengan demikian, kami optimis total kontrak baru pada akhir tahun 2021, diprognosakan mencapai Rp 5,3 triliun. Sedangkan pendapatan dan EBITDA diperkirakan bertumbuh masing-masing mmenjadi Rp 3,1 triliun dan Rp 940 miliar,” tuturnya.