Marketnews.id Selama lima kuartal terakhir, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) perseroan berhasil menghasilkan Pre-Provisioning Operating Profit (PPOP) yang terus bertumbuh. Puncaknya pertumbuhan itu terjadi di semester pertama tahun ini dimana PPOP tumbuh 24,4 persen atau setara Rp 16,1 triliun.
Pada Semester I-2021, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mampu menunjukkan konsistensi perbaikan kinerja keuangan yang tercermin dari pertumbuhan laba bersih sebesar 12,8 persen (year-on-year) menjadi Rp5 triliun.
“Laba bersih meningkat 12,8 persen secara year-on-year menjadi sebesar Rp5 triliun pada Semester I-2021, menyusul pencadangan yang terus diperkuat menjadi 215,3 persen sebagai antisipasi dalam menghadapi potensi risiko kredit ke depan,” kata Direktur Utama BBNI, Royke Tumilaar dalam keterangan pers yang dilansir di Jakarta, Senin 16 Agustus 2021.
Royke menyampaikan, BBNI secara konsisten memperkuat fundamental bisnis melalui BNI Corporate Transformation yang mulai menunjukkan hasil positif, seiring dengan upaya menghadapi tantangan dan persaingan pada industri keuangan.
Lebih jauh Royke menyebutkan, perseroan menghasilkan Pre-Provisioning Operating Profit ( PPOP ) yang terus bertumbuh selama lima kuartal terakhir. Pada Semester I-2021 mencapai puncaknya dengan pertumbuhan sebesar 24,4 persen (y-o-y) atau sebesar Rp16,1 triliun.
PPOP yang solid tersebut ditopang oleh kekuatan pertumbuhan Pendapatan Bunga Bersih (NII) sebesar 18,2 persen (y-o-y) menjadi Rp 19,3 triliun. “Ini merupakan dampak dari pertumbuhan kredit sebesar 4,5 persen (y-o-y), sehingga total kredit BNI mencapai Rp 569,7 triliun pada posisi Juni 2021,” ucap Royke.
Selain itu, PPOP juga didukung oleh pertumbuhan Pendapatan Non-Bunga sebesar 19,2 pereen (y-o-y) menjadi Rp6,8 triliun yang dihasilkan dari fee based income yang kuat, seperti pengelolaan rekening dan kartu debit, ATM dan kanal layanan elektronik, trade finance, serta marketable securities.
Penyaluran kredit BBNI pada segmen business banking mencapai Rp475,6 triliun atau bertumbuh 3,5 persen (y-o-y). Pertumbuhan tertinggi berada pada segmen small business sebesar 20,6 persen (y-o-y), dengan baki debet mencapai Rp91 Triliun. Lalu diikuti corporate private sebesar 7,9 persen (y-o-y), dengan baki debet mencapai Rp179,1 triliun.
Adapun kredit pada segmen consumer banking mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,4 persen (y-o-y) menjadi Rp92,8 triliun. Kredit Tanpa Agunan (KTA) berbasis payroll mencatat pertumbuhan 19,6 persen (y-o-y) menjadi sebesar Rp32,7 triliun dan kredit kepemilikan rumah (KPR) bertumbuh 6,3 persen (y-o-y) menjadi Rp47,6 triliun.
Sementara itu, Fee Based Income yang bersumber dari surat berharga tercatat bertumbuh 115,4 persen (y-o-y) menjadi Rp1 triliun. Begitu juga dengan Fee Based Income yang bersumber dari layanan trade finance bertumbuh 20,4 persen (y-o-y) menjadi Rp732 miliar.
Royke menyebutkan, kredit yang disalurkan secara selektif hanya pada debitur berkualitas tersebut ditopang oleh dana pihak ketiga (DPK) yang bertumbuh 4,5 persen (y-o-y) menjadi sebesar Rp646,6 triliun. Rasio CASA pada Juni 2021 tercatat mencapai 69,6 persen atau tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir, yaitu sebesar Rp450,1 triliun atau bertumbuh 11,5 persen (y-o-y).
“Pertumbuhan DPK ini menjadi penyangga pertumbuhan aset sebesar 5 persen (y-o-y) menjadi mencapai Rp875,1 triliun,” ujar Royke.
Dia mengatakan, pertumbuhan aset yang didominasi oleh dana murah ini merupakan salah satu pencapaian transformasi digital yang dilakukan BBNI. Sebesar 70 persen dari CASA yang dihimpun merupakan kontribusi dari kinerja BNI Direct dan BNI Mobile Banking.
“Transformasi digital yang dilakukan oleh perseroan memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh sebagian besar bank yang kini tengah berusaha memasuki dunia perbankan digital. BNI mengkombinasikan dua dunia pada layanan perbankan yang saat ini ada, yaitu conventiona bank dan industri financial technology,” papar Royke.