Marketnews.id Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) optimistik masalah utang yang melilit maskapai penerbangan pembawa bendera negara ini dapat diselesaikan dan tidak perlu dipailitkan. Banyak opsi yang akan ditempuh oleh emiten BUMN penerbangan agar Garuda dapat kembali terbang mengepakkan sayapnya.
Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Perseo) Tbk. (GIAA) menargetkan proses restrukturisasi utang dapat diselesaikan pada 2021.
Dalam suratnya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio menyampaikan, perseroan belum dapat menyampaikan timeline proses restrukturisasi sampai dengan penyusunan rencana restrukturisasi telah difinalisasi.
“Namun demikian, perseroan menargetkan proses restrukturisasi dapat diselesaikan pada tahun 2021,” paparnya dalam surat, Jumat (25/6/2021).
Prasetio menyebutkan, pemegang saham pengendali dalam hal ini Kementerian BUMN juga telah memberikan komitmen dukungan penuh kepada GIAA dalam proses restrukturisasi hutang melalui pembentukan Tim Percepatan Restrukturisasi Garuda Indonesia.
Sebelumnya, penyelamatan PT Garuda Indonesia (Perseo) Tbk. (GIAA) mengarah kepada opsi restrukturisasi, dari 4 opsi ditawarkan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan, dalam opsi kedua tersebut langkah yang ditempuh adalah restrukturisasi melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Irfan pun menegaskan kendati lewat PKPU tak serta merta Garuda mengalami kebangkrutan. PKPU hanyalah penundaan kewajiban pembayaran utang bukan pailit. Hanya saja, lanjutnya, begitu masuk ke PKPU, setelah 270 hari atau 9 bulan tidak terjadi adanya kesepakatan antara kreditur dan debitur otomatis perusahaan terpailit kan.
Dengan demikian, kata dia, memang selalu ada resiko juga bahwa perseroan bisa menjadi pailit ketika masuk ke dalam PKPU.
“Kalau ditanya masih sanggupkah menyelamatkan Garuda. Jawabannya masih dan harus. Pilihannya yang kami ambil ini memang mengarah ke opsi kedua dan ketiga yaitu Restrukturisasi. Karena utang saat ini nggak mungkin ditanggung oleh pemerintah semua. Utang ini kan juga masa lalu juga,” ujarnya, Senin (21/6/2021).
Dia berpendapat opsi kedua merupakan opsi yang paling rasional dari perhitungan perseroan. Menurutnya, apabila opsi ini dapat dieksekusi dengan baik, Garuda masih bisa memperoleh hasil negosiasi dengan para kreditur yang hingga saat ini kalkulasinya mencapai Rp70 triliun. Termasuk di dalamnya kreditur BUMN yang juga saat ini sulit untuk menerima proposal penawaran dalam bentuk apapun.
Irfan pun membutuhkan dukungan sejumlah pihak supaya bisa masuk ke dalam restrukturisasi ini. Pertama, harus adanya keyakinan dan kepastian mengenai penyelesaian negosiasi terhadap utang piutang perseroan.
Oleh karena itu, maskapai pelat merah ini harus memiliki rencana yang solid jangka panjang bahwa lewat restrukturisasi akan selesai dan hal ini disepakati oleh kreditur Garuda.
Kedua, sambungnya, dengan dasar tersebut, perseroan harus memiliki proposal yang ditawarkan ke kreditur terkait instrumen restrukturisasi. Berkaitan dengan proposal itu, paparnya, ada kemungkinan soal konversi utang menjadi saham atau debt to equity swap.
“Inilah yang bisa saja jadi penawaran tapi harus menunggu persetujuan pemegang saham. Ini yang masih kami lihat proposal apa yang nanti diajukan oleh kami dengan para advisor. Kami sampai hari ini belum sampai titik itu dengan para konsultan nanti begitu tiba waktunya ini sampaikan proposal ke kreditur utang Rp70 triliun yang lebih sustainable lebih mampu kami bayar,” imbuhnya.
Seperti diketahui, saat ini GIAA telah menunjuk Guggenheim Securities, LLC sebagai financial advisor yang akan mendukung langkah pemulihan kinerja usaha Perseroan, khususnya melalui berbagai evaluasi strategi yang akan ditempuh dalam penyehatan kinerja fundamental Perseroan bersama-sama dengan mitra strategis lainnya seperti PT Mandiri Sekuritas, Cleary Gottlieb Steen & Hamilton LLP dan Assegaf Hamzah & Partners.
Kita tunggu proposal ciamik seperti apa yang akan ditawarkan oleh advisor GIAA guna menyelamatkan maskapai penerbangan pembawa bendera negara ini.