Marketnews.id Rencana Pemerintah akan memperluas basis pajak pada tiga industri pengolahan sebagai upaya penerimaan tahun ini menuai keberatan dari kalangan dunia usaha. Perluasan basis pajak itu dilakukan di industri makanan dan minuman yang mencakup produk sawit, produk makanan kesehatan, produk makanan ternak, Industri farmasi dan alkes.
Pelaku industri makanan dan minuman berharap pemerintah tidak mengambil langkah perluasan pajak saat ini. Pasalnya hal itu akan sangat memberatkan industri.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Rachmat Hidayat mengatakan tahun ini, pelaku industri sedang berusaha untuk bisa mulai bangkit atau kembali pulih.
“Kami apresiasi upaya pemerintah yang sejak tahun lalu memberikan stimulus kepada industri seperti keringannan bea masuk atau pun penguruangan pajak untuk sektor tertentu, dan juga PPh untuk karyawan. Ini sedikit banyak cukup membantu cash flow pelaku usaha,” katanya kepada Bisnis, Senin (8/3/2021).
Rachmat mengemukakan sayangnya tahun lalu dirasa cukup singkat bagi pelaku industri, untuk itu belum banyak pelaku usaha yang bisa memanfaatkan stimulus pemerintah tersebut. Industri pun masih berharap stimulus ini masih akan dilanjutkan pada tahun ini.
Sementara itu, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) ini menyebut berdasarkan fakta yang ada dari lembaga riset independen, sektor industri AMDK maupun mamin memang ada yang mengalami kestabilan dan masih tubuh positif selama masa pandemi saat ini.
“Namun, kategori produk AMDK contohnya, ada yang pertumbuhannya minus cukup signifikan yaitu yang kemasan kecil karena biasanya ini dikonsumsi di aktifitas luar rumah,” ujar Rachmat.
Rachmat melanjutkan untuk AMDK kategori kemasan galon, pertumbuhannya cukup stabil, tetapi sebagian besar habis untuk meng-kompensasi pertumbuhan minus dari yang kemasan besar.
Sehingga secara total sektor AMDK tumbuhnya sangat kecil sekitar di bawah 1 persen pada periode sepanjang 2020 kemarin.
“Tahun kemarin kami mode-nya bertahan hidup alias survival. Sangat sedikit yang mampu investasi baru atau memperluas investasi. Kami cukup bersyukur tidak kolaps yang pasti akan berdampak pada tenaga kerja kami dan pasti kalau ini terjadi akan menambah beban pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu, industri mamin tahun lalu mencatat pertumbuhan di level 1,6 persen sesuai dengan hasil yang dirilis dari Badan Pusat Statistika (BPS).
Angka itu diklaim sesuai dengan proyeksi pertumbuhan pelaku industri yang berkisar 1-2 persen. Tahun ini, industri mamin pun optimis akan mencapai level pertumbuhan lebih baik dikisaran 5-7 persen.
Sementara itu dari sektor Industri alat kesehatan menilai pemerintah perlu mengkaji kembali terkait objek industri yang akan dijadikan sebagai perluasan pajak.
Pemerintah dalam Laporan Kinerja Ditjen Pajak 2020 mencatat, langkah ini dilakukan dengan mempertimbangkan referensi dari beberapa literatur ekonomi tentang faktor Industri yang tidak terdampak atau terdampak positif Covid-19.
Sekretaris Jenderal Gabungan Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia Randy H. Teguh mengatakan jika berkaca pada kondisi pandemi Covid-19 saat ini maka terjadi pemahaman yang perlu dibenahi.
Pasalnya, pertumbuhan memang terjadi pada produk alkes tetapi hanya yang berkaitan dengan penanganan Covid-19.
“Mereka yang dapat keuntungan hanya yang berkaitan dengan Covid-19 dan juga untuk penanganan pasien seperti jarum suntik, perban, juga untuk alkes yang dibutuhkan RS yang menambah kamar misalnya tempat tidur. Namun, banyak juga yang jeblok karena tidak bisa berpraktik,” katanya kepada Bisnis, Senin (8/3/2021).
Randy mencontohkan kondisi merugi dirasakan sejumlah alkes untuk dokter gigi atau dokter THT yang tidak bisa praktik selama pandemi. Oleh karena itu, sejak awal kondisi ini terjadi pihaknya mengaku selalu mengajukan komplain jika dianggap sebagai industri yang mendapat nilai poitif.
Menurut Randy, pihaknya juga masih sulit menerima arah perluasan pajak jika ke depan industri ini benar-benar akan dijadikan objek.
“Mungkin kami lebih ke industri netral dalam kondisi ini, prinsipnya jika intensifikasi itu untuk pengusaha yang belum tertib pajak atau komponen yang kemarin direlaksasi akan dikembalikan menjadi normal mungkin silakan, tetapi jika pada yang sudah tertib rasanya kok kasihan juga. Jangan sampai berburu di kebun binatang deh,” ujarnya.
Randy mengemukakan pemerintah juga harus berhati-hati terhadap industri alkes. Secara kualitatif, lanjut Randy, industri ini cukup memiliki sensitifitas harga.
Dia memberikan contoh untuk harga rapid test Covid-19 saja harus dilakukan dengan kontrol yang penuh. Belum lagi, APD dan sejenisnya yang tentu harus sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
“Begini, kalau cost naik otomatis pajak naik, akhirnya harga jual juga ikut naik. Sebenarnya jika penghasilan kami besar maka akan mengerek penerimaan pajak juga seperti PPN, PPh 25, PPh gaji, jadi mau pajak di mana lagi?” kata Randy.