Marketnews.id Bisnis fashion ritel termasuk sektor usaha yang paling terpapar pendemi Covid-19 di seluruh dunia. Perusahaan ritel modern asal Swedia H&M hingga Nopember 2020 lalu telah mengalami penurunan laba hingga 88,2 persen. Meskipun begitu, perusahaan ini masih mampu bertahan dengan melakukan efisiensi disegala bidang termasuk akan menutup 350 toko dari 5000 toko yang dimilki saat ini. Seperti apa perusahan ritel ini dapat bertahan di tengah pendemi ini.
Hennes & Mauritz AB atau H&M, perusahaan ritel mode asal Swedia, memperkirakan penutupan lebih banyak gerai pada 2021 seiring anjloknya laba dan meningkatnya stok pakaian yang tidak terjual selama pandemi.
Chief Financial Officer H&M Adam Karlsson menyebutkan penutupan toko bisa mencapai 350 unit pada 2021 dengan pembukaan 100 gerai baru. Sepanjang 2020, selisih toko baru dan toko yang ditutup H&M berjumlah 58 gerai.
“Ini perkiraan yang dinamis dan bisa dimodifikasi,” kata Karlsson dikutip dari Bloomberg, Sabtu (30/1/2021).
Berdasarkan laporan keuangan per November, H&M melaporkan penurunan laba kotor sebesar 88,2 persen dari 17,4 miliar kronor Swedia menjadi 2,05 miliar kronor Swedia (sekitar US$245,29 juta). Restriksi di berbagai negara dan ditutupnya toko di berbagai negara memang berimbas pada performa bisnis ritel selama pandemi.
“Berlanjutnya pembatasan dan penutupan sementara toko-toko kami akan berdampak substansial pada penjualan di kuartal pertama [2021,]” kata CEO H&M Helena Helmersson.
Sekitar 36 persen dari sekitar 5.000 toko H&M untuk sementara ditutup di berbagai negara. Perusahaan juga memangkas sekitar 16.000 pos pekerjaan pada tahun lalu sebagai imbas dari penutupan ini.
Perusahaan juga telah melaporkan penurunan 10 persen pada penjualan untuk kuartal keempat. Penjualan secara total mencapai 52,54 miliar kronor Swedia atau sekitar US$6,24 miliar.
Sejumlah analis memperkirakan industri fast-fashion akan menghadapi pemulihan yang lamban. Meski demikian, performa H&M pada kuartal keempat dipandang cukup melampaui ekspektasi karena penjualan produk dengan harga normal cenderung lebih baik.
Pada umumnya, bisnis ritel akan terdesak untuk menjual dengan harga potongan untuk mengurangi jumlah stok barang.