Marketnews.id Harap harap cemas, masih menghantui banyak pihak bagaimana perekonomian nasional hingga akhir tahun ini. Sementara pendemi Covid-19 masih juga belum jelas kapan bisa dikendalikan wabahnya. Dengan asumsi bila vaksin sudah tersedia dan di suntikan ke masyarakat, perekonomian diharapkan dapat bergerak kembali.
Banyak pihak dari lembaga ekonomi internasional maupun lokal memprediksi, ekonomi Indonesia hanya mengalami sedikit kontraksi disekitar minus 0,3 hingga minus 1 persen. Bila prediksi ini benar, di tahun 2021 Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai lima persen seperti sebelum terjadi pendemi.
Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah terus berupaya mengembalikan ekonomi Indonesia ke jalur positif.
Sejumlah indikator pun menunjukkan tren membaik, mulai dari realisasi penanaman modal, neraca perdagangan, inflasi, kinerja pasal modal, stabilitas sektor jasa keuangan, hingga ketahanan sektor eksternal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam acara Teras Kita-Kompas Talks bertajuk “Strategi Indonesia Keluar dari Pandemi”, Sabtu (24/10).
Sebelumnya, lembaga internasional memproyeksikan ekonomi global 2020 terkoreksi cukup tajam, namun pada 2021 akan membaik.
“Indonesia diprediksi berbagai lembaga, di tahun 2020, IMF memprediksi -0,3%; World Bank 0,0%; ADB -1,0%; dan OECD -3,3%.
Sedangkan proyeksi tahun 2021 seluruhnya positif. IMF memprediksi 6,1%; World Bank 4,8%; ADB 5,3%; dan OECD 5,3%,” papar Airlangga.
Dia pun menerangkan, realisasi penanaman modal sampai September 2020 sebesar Rp611,6 triliun atau tumbuh 1,7% (y-o-y). Capaian tersebut merupakan 74,8% dari target penanaman modal tahun 2020 sebesar Rp817,1 triliun.
“Secara kumulatif, penyerapan tenaga kerja dari penanaman modal tersebut hingga September 2020 mencapai 861.581 tenaga kerja atau naik 22,50% (y-o-y) dibanding tahun lalu,” ujar Airlangga.
Adapun kinerja perdagangan luar negeri hingga September 2020 mencatat surplus. Hal ini terjadi seiring penurunan impor lebih dalam dibanding ekspor sehingga neraca perdagangan Januari sampai September 2020 surplus USD13,51 milliar. Angka ini lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu defisit USD2,24 miliar dengan total defisit 2019 sebesar USD3,59 miliar.
Perkembangan inflasi di tengah pandemi dipengaruhi oleh kestabilan harga yang terjaga dan kondisi permintaan yang masih membutuhkan dorongan. Dukungan stimulus perlindungan sosial diberikan agar dapat mendorong naiknya permintaan melalui peningkatan daya beli masyarakat.
“Di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi global, stabilitas sektor eksternal masih terjaga. Cadangan devisa tetap memadai untuk pembayaran utang luar negeri dan stabilisasi nilai tukar,” kata Airlangga.
Selain itu, kinerja pasar modal juga mulai menunjukkan pemulihan sejak penurunan tajam pada 24 Maret 2020. Dari saham sektoral, sektor industri dasar dan pertanian meningkat di atas 40 persen sejak titik terendahnya.
“Kalau kita lihat pasar modal, kita sudah kembali ke titik 5.000, dari titik terendah di bulan Maret 2020. Kita tetap punya daya tahan,” kata Airlangga.
Lebih lanjut Airlangga menegaskan, stabilitas sektor jasa keuangan masih terjaga. Ke depan, dengan adanya program seperti penempatan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di perbankan, diharapkan stabilitas dan pertumbuhan sektor jasa keuangan terus menguat.
Pemerintah mengakui, pandemi Covid-19 menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran. Sebelum pandemi terdapat 6,9 juta pengangguran, belum termasuk 3,5 juta pekerja yang di-PHK atau dirumahkan, dan 3 juta angkatan kerja baru yang setiap tahun membutuhkan pekerjaan. Sehingga total kebutuhan lapangan kerja baru mencapai sekitar 13,4 juta.
“Salah satu program pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran tersebut adalah dengan Kartu Prakerja,” tutur Airlangga.
Kartu Prakerja, tambah Airlangga, telah diakses oleh lebih dari 35,1 juta pendaftar dan yang menerima manfaat mencapai lebih dari 5,59 juta peserta. Dari jumlah tersebut, peserta yang telah menyelesaikan pelatihan sebanyak 4,6 juta dan yang menerima insentif 3,8 juta peserta.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga menjadi instrumen utama dalam mengatasi berbagai tantangan nasional, mulai dari penyediaan lapangan kerja, pemberdayaan UMKM , hingga Reformasi Regulasi.
“Ini semua untuk mendorong transformasi ekonomi dan pemulihan ekonomi nasional,” kata Airlangga.