Marketnews.id Wacana dikembalikan nya pengawasan perbankan ke Bank Indonesia (BI), semakin kencang disuarakan dari berbagai kalangan. Berkaca dari pengalaman beberapa negara di Eropa dan Asia justru pengawasan perbankan dikembalikan ke bank sentral. Mungkinkah perbankan di Indonesia pengawasannya di kembalikan ke Bank Indonesia. Setelah sejak 2014 perbankan di awasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah masih melakukan kajian secara lebih hati-hati dalam menyikapi polemik pengembalian kewenangan pengawasan perbankan yang tertuang dalam draft revisi UU No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.
“Indonesia pernah menerapkan sistem dimana otoritas pengawas bank dan otoritas moneter berada dalam satu atap, serta sistem yang terpisah seperti saat ini. Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dikaji secara lebih hati-hati dalam rangka memperkuat sistem pengawasan perbankan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (4/9).
Lebih jauh Sri menjelaskan, pemerintah tengah melakukan kajian untuk penguatan kerangka kerja stabilitas sistem keuangan agar langkah penanganan permasalahan pada lembaga jasa keuangan maupun pasar keuangan dapat ditangani dengan lebih efektif dan dapat diandalkan ( reliable ).
Kajian ini disusun dengan mempertimbangkan perkembangan sektor keuangan saat ini dan assessment forward looking , termasuk merujuk pada hasil evaluasi simulasi pencegahan dan penanganan krisis yang dilakukan secara berkala oleh KSSK .
Sri Mulyani mengakui, masih ada kendala kerangka dan landasan hukum yang tidak lengkap, tidak sinkron, dan kurang handal dalam menangani berbagai kemungkinan persoalan perbankan dan lembaga keuangan bukan bank yang berpotensi mengancam stabilitas sistem keuangan.
Oleh karena itu, langkah kajian perbaikan penanganan masalah sektor keuangan serta penguatan kerangka kerja stabilitas sistem keuangan perlu segera dilakukan secara teliti dan hati-hati. Fokus dan tujuan kajian ini adalah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dalam mendukung pemulihan ekonomi.
“Jadi kita terus siap siaga menghadapi seluruh kemungkinan akibat ancaman Covid 19,” ujar Sri Mulyani.
Pelajaran penting dari situasi krisis sebelum ini dan dalam menghadapi kondisi luar biasa akibat Covid-19, menurutnya, adalah kondisi tekanan akibat krisis akan memunculkan potensi permasalahan pada sistem keuangan yang harus diwaspadai dan dideteksi dini.
Meskipun beberapa tahun terakhir KSSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, BI, OJK dan LPS telah melakukan simulasi krisis atau stress test dan telah mendeteksi beberapa isu dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, namun langkah pembenahan masih terkendala. Biak karena alasan kerjasama, kesamaan pandangan, dan kepentingan antar lembaga masih perlu dibangun dan ditingkatkan.
“Juga adanya kendala landasan hukum yang tidak terpadu,” ucap Sri Mulyani.
Pengalaman Krisis Keuangan Asia tahun 1997-98 dan Krisis Keuangan Global 2008 menjadi pengalaman berharga bagi Indonesia dan melahirkan langkah pembenahan dan reformasi sistem keuangan Indonesia agar menjadi lebih stabil, berdaya tahan, efisien, inklusif, dan tumbuh secara berkelanjutan.
Amandemen UU BI dan penerbitan UU LPS dilakukan paska krisis tahun 97-98, sedangkan UU OJK dan UU PPKSK diterbitkan paska krisis tahun 2008. Sementara OJK sendiri bekerja sesuai UU No 21 tahun 2011. Sedangkan pengawasan perbankan mulai dialihkan dari BI ke OJK pada awal 2014.