Marketnews.id Jumlah penduduk usia produktif dan beragamnya jenis investasi di pasar modal Indonesia, jadi modal utama untuk menjadikan pasar modal Indonesia jadi pasar terbesar di produk syariah dan Reksadana.
Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) mengungkapkan, saat ini dana kelolaan industri reksa dana nasional mencapai Rp500 triliun. jumlah ini terus tumbuh meski pasar keuangan tengah tertekan oleh pandemi virus corona.
Ketua Presidium Dewan APRDI, Prihatmo Hari Mulyanto, mengatakan capaian dana kelolaan industri reksa dana nasional itu dihasilkan dari jumlah produk reksa dana nasional yang mencapai 2000 produk.
“Jumlah investor reksa dana juga sudah lebih dari 2 juta orang,” kata Hari saat memberikan sambutan pembukaan FestiFund 2020 yang digelar IndoPremier Sekuritas secara virtual mulai Sabtu (26/9) hari ini hingga Minggu 4 Oktober mendatang.
Hari mengapresiasi IndoPremier Sekuritas yang menyelenggarakan Festi Fund 2020. Dalam situasi Indonesia tengah mengalami pandemi Covid-19, IndoPremier tetap menyelenggarakan kegiatan untuk meningkatkan literasi dan pemahaman bagi calon investor maupun investor eksisting terhadap produk reksa dana.
“Ini merupakan dukungan dan kontribusi yang penting bagi industri reksa dana,” ujar Hari.
Hari mengakui industri reksa dana juga mengalami dampak akibat pandemi virus corona. Namun kata Hari, jumlah dana kelolaan serta jumlah investor justru menunjukkan industri reksa dana masih berpeluang bisa bertahan.
“Ini bisa menjadi peluang bagi investor mencari peluang di masa sekarang ini,” tutup Hari.
Hal senada juga diungkap oleh Bud Hikmat, Investment Strategy Director & Cheif Economic Bahana TCW Investment Management. Perkembangan zaman yang selalu berubah-ubah harus disikapi dengan cara yang tepat, terutama ketika akan melakukan investasi. Dibutuhkan pendalaman dan analisis yang mendalam untuk memutuskan akan berinvestasi untuk masa depan.
Pasalnya, kesalahan dalam mengambil keputusan akan berakibat masa depan tidak sesuai ekspektasi, yang awalnya berharap cuan namun karena salah ambil keputusan malah merugi.
Menurut dia, perencanaan, pengkajian hingga menentukan keputusan untuk investasi menjadi sangat penting.
Untuk investasi di saham, menurut Budi, kaum milenial atau investor pemula disarankan untuk menghindari saham berbasis komoditas. Karena, saat ini harga komoditas sangat berbeda dengan periode 20 tahun sebelumnya. Bahkan diperkirakan beberapa tahun ke depan harga komoditas masih tidak jelas.
“Harga komoditas itu turun sejak krisis 1998. Dulu itu ekonomi kita sangat mengandalkan komoditas, tetapi ke depan ini berbeda. Saya sarankan ke milenial selain belajar investasi saham, ada investasi lain yaitu terkait di talenta,” ujar Budi.
“Jadi jangan tergoda bisa cepat kaya dengan saham (terkait komoditas) sebab kalian dibesarkan saat komoditas booming , tetapi masa depan berubah di mana yang dibutuhkan itu creative comodity dan produk manufaktur, maka perlu dipersiapkan skill terbaik apa.”
Budi Hikmat juga menyarankan, buat pemula untuk tidak termakan gaya hidup yang saat ini mayoritas glamor dan melupakan kesempatan untuk mulai berinvestasi. Maka untuk bisa memulai investasi, baik itu di pasar saham, reksa dana ataupun obligasi (SBN), harus didasarkan pada kemampuan keuangan.