Marketnews.id Faktor utama penyumbang deflasi selama bulan September ini diantaranya adalah menurunnya harga telur ayam, dagang ayam ras, bawang merah, cabai rawit dan emas perhiasan. Masih lemahnya daya beli masyarakat dapat dikaitkan dengan belum berputar dana stimulus Pemerintah. Sementara disektor dunia usaha, banyak usaha UMKM berharap diperpanjang nya waktu restrukturisasi hingga tahun depan.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan masih akan terjadi deflasi pada minggu ketiga September 2020 . Berdasarkan hasil survei, angka deflasi terindikasi berada di kisaran -0,01 persen month to month (mtm). Dengan asumsi tersebut maka perkiraan inflasi tahun kalender akan sebesar 0,92 persen (ytd), dan secara tahunan sebesar 1,46 persen (yoy).
Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko mengatakan, penyumbang utama deflasi pada periode tersebut adalah harga komoditas telur ayam ras yang turun sebesar 0,04 persen (mtm), daging ayam ras -0,03 persen (mtm), bawang merah -0,02 persen (mtm). Selain itu, jeruk, cabai rawit, dan emas perhiasan yang masing-masing turun sebesar 0,01 persen (mtm).
“Sementara itu, komoditas yang menyumbang inflasi yaitu bawang putih dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm). Kenaikan harga bawang putih diperkirakan karena pasokan impor yang mulai berkurang, sedangkan kenaikan harga minyak goreng sejalan dengan kenaikan harga CPO internasional,” ujar Onny dalam keterangannya, Jumat (18/9).
Sementara itu, perkembangan aliran dana masuk pada minggu ketiga September 2020 untuk premi CDS (Credit Default Swaps) Indonesia 5 tahun naik ke 92,15 basis poin (bps) per 17 September 2020, dari sebelumnya 91,16 bps per 11 September 2020.
Berdasarkan data transaksi pada 14-17 September 2020, nonresiden di pasar keuangan domestik mencatatkan aksi jual neto sebesar Rp4,64 triliun. Untuk aksi jual neto di pasar SBN sebesar Rp1,80 triliun, dan jual neto di pasar saham sebesar Rp2,84 triliun.
“Berdasarkan data setelmen selama 2020 (ytd), nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto sebesar Rp168,27 triliun,” ujarnya.