Marketnews.id Bank Indonesia (BI), sebagai bank sentral, posisinya mulai terancam dengan digulirkan wacana pembentukan dewan moneter terkait perubahan kedua Undang Undang No.3/2004 tentang Bank Indonesia.
Kini, wacana pembentukan Dewan Moneter dalam rancangan undang-undang (RUU) terkait perubahan kedua Undang-Undang No.3/2004 tentang Bank Indonesia menjadi fokus sorotan banyak pihak.
Dalam RUU tersebut, pemerintah mengajukan usulan untuk menghilangkan pasal 9 yang isinya menegaskan soal independensi bank sentral, yakni pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI.
Pasal tersebut diganti dengan Pasal 9a, 9b dan 9c yang mengatur pembentukan Dewan Moneter. Dalam pasal baru tersebut, tugas Dewan Moneter adalah membantu pemerintah dan Bank Indonesia dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan moneter.
Dewan moneter memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
Dewan moneter nantinya akan dikoordinir oleh Menteri Keuangan dan terdiri dari 5 anggota yaitu Menteri Keuangan dan 1 orang menteri yang membidangi perekonomian; Gubernur BI dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia; serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai langkah ini adalah kemunduran bagi bank sentral.
“Kita tidak membutuhkan Dewan Moneter. Dewan Moneter itu masa lalu, yang menggunakan rujukan UU BI yang lama, yang sudah tidak berlaku” kata Piter, Senin (31/8/2020).
Menurutnya, koordinasi kebijakan moneter, fiskal, dan sistem keuangan sudah diwadahi dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Kembali ke Orde Lama, Bank Indonesia saat itu dipimpin oleh Dewan Moneter, Direksi dan Dewan Penasihat.
Dikutip dari situs Bank Indonesia, struktur kepemimpinan atas bank sentral tersebut diatur Undang-Undang (UU) No. 11/1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1953.
Di tangan Dewan Moneter inilah, kebijakan moneter ditetapkan, meski tanggung jawabnya berada pada pemerintah. Artinya, bank sentral saat itu bekerja di bawah pemerintah.
Setelah sempat dilebur ke dalam bank tunggal, pada masa awal orde baru, landasan Bank Indonesia berubah melalui UU No. 13/1968 tentang Bank Sentral.
Sejak saat itu, Bank Indonesia berfungsi sebagai bank sentral dan sekaligus membantu pemerintah dalam pembangunan dengan menjalankan kebijakan yang ditetapkan pemerintah dengan bantuan Dewan Moneter.
Upaya anggota parlemen untuk merevisi undang undang bank sentral, berisiko membalik peruntungan rupiah yang tengah menguat terhadap dolar.
Proposal anggota parlemen untuk merombak mandat Bank Indonesia dan perannya dalam menetapkan kebijakan dinilai akan meningkatkan kekhawatiran investor tentang independensi bank sentral. Langkah tersebut dapat membahayakan pemulihan rupiah dari upaya penguatan keluar dari tekanan dampak pandemi virus korona.
“Setiap perubahan yang dapat mengikis independensi Bank Indonesia kemungkinan akan menimbulkan kekhawatiran investor khawatir,” kata Khoon Goh, kepala riset Asia di Australia dan New Zealand Banking Group Ltd., Singapura.
“Rupiah akan berada di bawah tekanan yang lebih besar dibanding obligasi pemerintah Indonesia – ini terjadi ketika rencana pembagian beban BI pertama kali diumumkan pada Juli lalu,” imbuh Gih, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (1/9).
Tolok ukur risiko obligasi dan mata uang Indonesia, secara tradisional bergerak seiring, namun bergerak menyimpang setelah Bank Indonesia mengambil langkah yang tidak biasa dengan memonetisasi surat utang negara yang diterbitkan pemerintah untuk membantu mendanai rencana stimulus ekonomi.
Meskipun imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun turun sekitar 35 basis poin pada kuartal ini, rupiah tertinggal dengan melemah lebih dari 2%. Kondisi tersebut diindikasikan sebagai sinyal ketidaknyamanan investor asing terhadap kebijakan tersebut.
Kini, independensi itu terancam dipatahkan. Sayangnya, bank sentral dan pemerintah hingga saat ini belum memberikan tanggapan terkait dengan RUU BI tersebut.