Marketnews.id Hingga Semester pertama tahun 2020 ini, manajemen PT Bukit Asam Tbk, memperkirakan akan mengalami penurunan laba bersih antara 25 hingga 50 persen dibanding tahun lalu.
Penurunan signifikan diatas diantaranya akibat pendemi Covid-19 yang hingga kini belum tahu kapan akan berakhir.
Manajemen PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA), memperkirakan perolehan laba bersih perseroan di Kuartal I-2020 mengalami penurunan sekitar 25-50 persen (year-on-year).
Berdasarkan keterbukaan informasi PTBA yang dilansir Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (14/7), kelangsungan usaha PTBA terganggu oleh kondisi pandemi Covid-19, namun tidak berdampak pada penghentian atau pembatasan operasional perseroan.
Menjawab pertanyaan BEI terkait perkiraan total pendapatan, manajemen PTBA memprediksi total pendapatan (konsolidasi) di periode berakhir per 30 Juni 2020 mengalami penurunan sebesar 25 persen (y-o-y). Sementara itu, laba bersih pada Semester I-2020 diperkirakan mengalami penurunan berkisar 25-50 persen (y-o-y).
Lebih lanjut PTBA mengatakan, upaya untuk mempertahankan kelangsungan usaha di tengah kondisi pandemi Covid-19 akan dilakukan melalui strategi efisiensi biaya di segala lini. “Serta, mencari pangsa pasar baru guna mempertahankan kinerja positif di 2020,” demikian disebutkan manajemen PTBA.
Sekretaris Perusahaan Bukit Asam, Apollonius Andwie C, mengatakan pandemi Covid-19 telah mempengaruhi bisnis pertambangan batu bara. Walaupun virus corona belum menyebar luas di Indonesia pada kuartal I 2020, namun sejumlah negara tujuan ekspor sudah terdampak. “Beberapa negara seperti China sudah terdampak. Begitu juga India, beberapa pelabuhan di lockdown sehingga mempengaruhi kinerja ekspor kita,” kata Apollonius saat virtual press meeting Bukit Asam, Selasa (14/7).
Oleh sebab itulah, emiten berkode PTBA tersebut mulai melirik beberapa pasar baru untuk ekspor batu bara di negara Asia. Termasuk beberapa negara tetangga di kawasan Asia Tenggara seperti Brunei Darussalam, Vietnam, Fillipina dan Thailand. “Bahkan ke Brunei ini baru pertama kali. Sejauh ini belum ada keluhan dari pembeli baru kita,” ujar Apollonius.
Mengenai fluktuasi harga batu bara, Apollonius menjelaskan bahwa semua produsen batu bara tidak memiliki kendali akan harga batu bara di pasar dunia. Yang bisa dilakukan oleh Bukit Asam adalah melakukan stress test dengan berbagai skenario pada parameter harga, volume penjualan, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terhadap kinerja keuangan perusahaan.
“Kami akan terus memonitor pergerakan indeks harga batu acuan,” tambah Apollonius.
Ia menjelaskan, Indeks Newcastle rata – rata pada bulan Mei 2020 mengalami penurunan 37% terhadap Mei 2019, 28% terhadap RKAP awal dan 11% di bawah RKAP -P. Indeks ICI-3 (GAR 5000) juga mengalami penurunan 27% pada Mei 2020 terhadap Mei 2019, 27% di bawah RKAP awal dan juga 11% di bawah RKAP -P.
“Adanya penyebaran Covid-19 di seluruh dunia menjadi penyebab utama penurunan harga batu bara dunia saat ini,” tutup Apollonius.
Mengutip laporan keuangan Bukit Asam, total penjualan pada kuartal I 2020 mencapai 6,8 juta ton atau tumbuh 2,1% dibanding kuartal I 2019 yang mencapai 6,6 juta ton. Total produksi pada kuartal I 2020 mencapai 5,5 juta ton atau turun 2,8% dibanding kuartal I 2019 yang mencapai 5,7 juta ton. Total angkutan pada kuartal I 2020 mencapai 6,5 juta ton atau tumbuh 12,1% dibanding kuartal I 2019 yang mencapai 5,8 juta ton.
Selain itu, total pendapatan usaha pada kuartal I 2020 mencapai Rp 5,1 triliun atau turun -4,0% dibanding kuartal I 2019 yang mencapai Rp 5,3 triliun. Total laba usaha pada kuartal I 2020 mencapai Rp 1,1 triliun atau turun -23,9% dibanding kuartal I 2019 yang mencapai Rp 1,4 triliun.
Laba bersih pada kuartal I 2020 mencapai Rp 0,9 triliun atau turun -20,6% dibanding kuartal I 2019 yang mencapai Rp 1,1 triliun.