Marketnews.id Berbagai upaya dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), agar pasar modal Indonesia terus bergerak agar ekonomi ikut bergulir. Salah satu langkah kongkrit adalah, buat calon emiten, diberikan potongan harga untuk biaya pencatatan. Tentunya, potongan harga diatas disambut baik oleh calon emiten. Padahal, justru biaya di luar BEI yang perlu diberikan keringanan. Seperti biaya jasa penjamin emisi, notaris, konsultan hukum hingga biaya lembaga penunjang lainnya.
Seperti diketahui, BEI telah menurunkan biaya pencatatan hingga ke level Rp12,5 juta per perusahaan untuk mendorong maraknya pencatatan.
Direktur Penilai Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan, terdapat 3 kategori papan pencatatan, yaitu papan utama, pengembangan dan akselerasi. Menurutnya ketiga papan itu memiliki biaya minimum pencatatan senilai Rp25 juta per perusahaan.
Sementara itu, BEI kini memberikan diskon sebesar 50 persen bagi perusahaan yang ingin maju sebagai perusahaan publik. Oleh sebab itu, minimum biaya yang diperlukan menjadi perusahaan tercatat hanya Rp12,5 juta.
“Kami sebagai bagian dari industri pasar modal ingin berusaha meringankan biaya pencatatan bagi calon perusahaan atau perusahaan tercatat yang ingin menerbitkan saham baru. Dengan begitu kami berharap pasar dapat terus bergairah,” katanya pada Jumat (26/6/2020).
Nyoman menambahkan masing-masing papan memiliki biaya pencatatan maksimum yang berbeda. Misalnya, papan utama Rp250 juta dan pengembangan Rp150 juta, sedangkan akselerasi tetap Rp25 juta.
Dengan begitu perusahaan berkapitalisasi besar dan sedang berkemungkinan masuk ke pasar modal dengan biaya Rp125 juta dan Rp75 juta di masa pandemi.
Selain itu, BEI juga memberikan diskon bagi perusahaan tercatat yang ingin melakukan aksi korporasi dengan menerbitkan saham baru lewat skema rights issue atau private placement.
“Biaya pencatatan semula Rp10 juta sampai Rp150 juta, maka setelah diskon menjadi Rp5 juta sampai Rp75 juta tergantung dari papan kategori masing-masing perusahaan tercatat,” imbuhnya.
Lebih jauh, I Gede Nyoman Yetna Setia dalam acara Bincang Virtual Direksi BEI di Jakarta, Jumat (26/6), menjelaskan hingga akhir pekan ini terdapat 21 perusahaan yang masuk ke dalam pipeline IPO. Jumlah calon emiten ini belum bertambah sejak akhir pekan lalu.
“Dalam pipeline masih ada sekitar 21 calon emiten. Sebanyak sebelas perusahaan beraset besar, delapan perusahaan medium dan sisanya perusahaan yang masuk kategori small,” ujar Nyoman.
Dia menyebutkan, sebanyak delapan calon emiten berasal dari sektor trade, service and investment, sebanyak lima perusahan dari sektor properti, real estat dan building construction. Sementara itu, delapan calon emiten merupakan perusahaan di sektor agriculture, basic industry and chemical, finance, serta consumer goods.
Nyoman mengatakan, saat ini terdapat 25 issuer yang akan menerbitkan 30 emisi obligasi/sukuk yang berada dalam pipeline di BEI. Selain itu, terdapat dua reksa dana bursa (ETF) yang masuk ke dalam pipeline dan sepanjang tahun ini sudah ada tujuh ETF yang tercatat di BEI.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi mengatakan stimulus itu diberikan oleh regulator untuk mendorong minat pasar dan investor. Menurutnya keputusan itu baru diambil saat ini karena memerlukan diskusi panjang dengan para pemangku kepentingan.
“Pandemi ini sangat berat dirasakan semua pihak. Oleh sebab itu dengan asas berbagi kesusahan kami menurunkan biaya pencatatan. Kami berharap dengan stimulus ini cukup mendorong pasar sebelum mengambil kebijakan lain,” pungkasnya.