Marketnews.id Prediksi, bisa benar bisa salah. Selain faktor tak terduga, prediksi akan sangat bergantung pada data yang digunakan. Prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2020 sudah di revisi setelah melihat fakta hingga kuartal pertama 2020 hanya mencapai 2,97 persen. Sebelumnya, diwaktu yang sama prediksi Pemerintah sekitar 4,4 persen.
Bank Indonesia (BI) mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2020 yang tercatat sebesar 2,97 persen di luar prediksinya.
Sebelumnya, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut adalah 4,4 persen, dengan asumsi dampak Covid-19 terhadap sektor ekonomi akan terasa pada April 2020.
Namun nyatanya dampak Covid-19 justru sudah terjadi pada Maret, sehingga menjadi faktor utama merosotnya pertumbuhan ekonomi. Bahkan dibandingkan triwulan IV-2019, realisasi pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini -2,41 persen.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan meski tumbuh lebih rendah dari perkiraan pemerintah, namun angka 2,97 persen dinilai masih positif dan patut disyukuri.
Pasalnya, kata dia, saat bersamaan rata-rata negara di dunia mengalami pertumbuhan negatif bahkan sudah masuk pada fase resesi.
Dia mencontohkan pertumbuhan ekonomi China dari 6,4 persen pada triwulan I-2019 menjadi -6,8 persen ( year-on-year ). Kemudian Amerika Serikat dari sebelumnya 2,7 persen menjadi 0,3 persen.
Berlanjut Singapura, dari sebelumnya 1 persen menjadi -2,2 persen, Korea Selatan dari 1,7 persen menjadi 1,3 persen, Hong Kong dari 0,7 persen menjadi -8,9 persen dan Uni Eropa dari 1,7 persen menjadi -2,7 persen.
Sementara salah satu mitra dagang Indonesia yang mengalami pertumbuhan lebih baik yaitu Vietnam, dari 6,8 persen menjadi 3,8 persen. Meski lebih baik dari Indonesia, namun pertumbuhan ekonomi Vietnam sama-sama mengalami kontraksi.
“Ini lebih rendah dari perkiraan kami. Perkiraan kami sebelumnya adalah 4,4 persen, tetapi kemarin BPS mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi hanya 2,97 persen. Namun alhamdulillah , artinya capaian ini jauh lebih baik dari sebagian besar negara lain yang mengalami pertumbuhan negatif,” kata Perry, dalam pers briefing virtual, di Jakarta, Rabu (6/5).
Perry menambahkan anjloknya pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 tidak lepas dari kebijakan social distancing , Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ), work from home (WFH) dan lainnya, sehingga memicu mobilitas manusia dan barang-jasa menjadi berhenti. Sejumlah kegiatan produksi juga terhenti, atau perusahaan mengurangi jam kerjanya demi mematuhi ketentuan dari pemerintah agar wabah virus korona tidak semakin menyebar.
Dalam proyeksinya, kuartal kedua 2020, pertumbuhan ekonomi akan menyentuh titik terlemahnya, yaitu 0,4 persen. Setelah itu pada triwulan III akan mulai terjadi pembalikan sebesar 1,2 persen dan triwulan IV sebesar 3,1 persen. Kemudian pemulihan ekonomi secara utuh pada 2021 diyakini mampu mengembalikan pertumbuhan ekonomi ke level lebih tinggi. Bahkan asumsi BI pada 2021, pertumbuhannya bisa mencapai 6,6-7,1 persen.
“Di tahun 2022 kita berharap akan kembali kepada tren jangka panjang karena faktor base effect . Kalau 2020 tumbuh rendah, 2021 akan lebih tinggi, secara statistik seperti itu,” ujar Perry.