Marketnews. Benang kusut yang melilit PT Garuda Indonesia, tampaknya akan dapat diurai oleh manajemennya. Ada dua persoalan utama PT Garuda Indonesia Tbk. Pertama, masalah cashflow akibat Covid-19 perseroan kehabisan likuiditasi buat operasional. Solusinya, pemerintahpun memberikan dana talangan sekitar Rp 8 triliun.
Masalah kedua, utang jatuh tempo yang harus segera dibayar pada awal Juni mendatang. Persoalan ini, manajemen memutuskan untuk mengajukan proposal kepada pemegang obligasi Sukuk untuk diperpanjang waktu jatuh tempo hingga tiga tahun lagi. Bila pemegang obligasi setuju, maka selesai masalah perusahaan penerbangan yang membawa bendera nasional ini.
Seperti diketahui, Perusahaan penerbangan PT Garuda Indonesia (GIAA) mengupayakan perpanjangan tiga tahun, sukuk senilai USD500 juta yang akan jatuh tempo pada 3 Juni mendatang.
Garuda menyatakan telah mengajukan proposal kepada Otoritas Jasa Keuangan Indonesia, dan juga kepada pemegang obligasi melalui bursa efek Indonesia dan Singapura. Perusahaan akan meminta persetujuan pemegang saham pada 10 Juni.
Dalam pernyataan Selasa kemarin (19/5), manajemen Garuda menyebutkan, menawarkan fee hingga 1,25% kepada pemegang sukuk yang memberikan suara mendukung proposal perpanjangan sebelum 1 Juni. Manajemen juga menyebutkan bahwa sekelompok pemilik yang mewakili 26,5 persen pemegang sukuk telah mengindikasikan akan mendukung proposal tersebut.
Garuda harus berjuang untuk membayar utang-utangnya karena wabah virus korona mengganggu bisnis penerbangan secara global. Garuda menyebutkan, pembatasan perjalanan global mengakibatkan penurunan 45% jumlah penumpang pada Januari hingga April dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan operasional pada bulan April turun 89% dari bulan yang sama tahun lalu, dan arus kas berbalik negatif pada kuartal pertama tahun ini. Garuda telah memotong sejulah pos pengeluaran untuk mengelola likuiditas, sambil mengupayakan “diskusi aktif dan lanjutan” dengan pemerintah Indonesia untuk mendapatkan dukungan pembiayaan.
Pemerintah memilih skema pemberian dana talangan berupa investasi non permanen lewat SMV Kemenkeu ke PT Garuda Indonesia Tbk, dibandingkan skema penanaman modal nasional (PMN).
Skema ini dipilih karena status Garuda yang merupakan perusahan terbuka.
Menilik laporan tahunan PT Garuda Indonesia Tbk, sebagian besar saham perusahaan berkode emiten GIAA dimiliki pemerintah dengan komposisi saham sebanyak 60,5 persen.
Sementara itu, PT Trans Airways salah satu lini usaha konglomerasi CT Group memiliki saham sebanyak 25,6 persen. Sisanya dimiliki publik sebanyak 13,8 persen.
Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata menjelaskan bahwa keputusan memberikan dana talangan bukan PMN didasarkan hasil kajiaan antara Kementerian BUMN & Kementerian Keuangan. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa permasalahan di setiap BUMN ternyata beragam.
“Selama ini disimplifikasi dengan PMN. Salah satunya GIAA, memang ada masalah modal juga. Tetapi yang saat ini yang dihadapi adalah operasional,” kata Isa dalam video conference APBN Kita, Rabu (20/5/2020).
Masalah biaya operasinal ini, lanjut Isa, diakibatkan anjloknya penerimaan rutin perseroan karena adanya pembatasan aktivitas penerbangan. Padahal, pada sisi lainnya perseroan juga harus membayar kewajiban seperti leasing dan sejumlah pengeluaran lainnya yang harus tetap berjalan.
“Makanya untuk Garuda itu, yang kita tangani adalah cashflow-nya dulu untuk masalah operasionalnya ini,” jelasnya.
Kendati demikian, Isa tidak memungkiri ada banyak persoalan lain yang sedang membelit maskapai penerbangan milik negara tersebut.
Dia menyebutkan Garuda saat ini memiliki sejumlah utang dalam bentuk global sukuk yang juga harus diselesaikan. Meskipun menurutnya penanganannya akan dilakukan dengan cara berbeda bukan melalui dana talangan yang bakal digelontorkan pemerintah.
“Jadi dana talangan ini benar-benar untuk operasional,” tegasnya.
Isa juga menjelaskan alasan pemerintah tak menempuh jalur PMN. Dia menyebut Garuda sebagai perusahaan terbuka, sehingga setiap penyertaan modal tentunya harus mempertimbangkan pendapat dari pemegang saham lainnya.