Marketnews.id Setoran dividen yang tidak sesuai harapan Pemerintah, berbuntut akan terus dilakukan perombakan manajemen atau direksi Badan Usaha Milik Negara ( BUMN). Selain itu, masih adanya bidang bisnis BUMN yang tumpang tindih, membuat BUMN semakin tidak efisien.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara berjanji akan merombak manajemen seluruh BUMN agar bisa dioptimalkan manfaatnya bagi perekonomian nasional.
Dari ratusan perusahaan “pelat merah” yang ada saat ini, masih banyak BUMN yang tumpang tindih aktivitas bisnisnya, sehingga hasil yang dicapai kurang optimal. Akibatnya dividen yang bisa disetor ke negara juga tidak sesuai harapan.
Hal itu disampaikan Menteri BUMN , Erick Thohir, dalam diskusi virtual bertajuk “Indonesia Moving Forward”, di Jakarta, Rabu (20/5).
Menurut Erick dari 142 perusahaan, yang tergolong BUMN potensial untuk dipertahankan dan dikembangkan sebanyak 9,1 persen. Kemudian BUMN yang harus dilakukan transformasi sebanyak 6,3 persen, 68 persen harus dikonsolidasi, 8,2 persen harus diarahkan untuk pelayanan public, dan 8,2 persen sisanya didivestasi atau merger.
Perubahan manajemen perusahaan BUMN itu, kata dia, diperlukan agar lebih efektif dan efisien dalam menjalankan operasional bisnisnya sehingga bisa menghasilkan laba yang optimal. Dengan begitu pada akhirnya kontribusi BUMN terhadap negara akan lebih besar.
“Sebagain kecil akan kita tutup, BUMN harus kita perbaiki sebab ujungnya harus memberikan dividen ke negara sebesar-besarnya, sebab dengan adanya Covid-19, ada banyak kinerja BUMN yang tergerus. Tahun depan, kalau ada BUMN 50 persen saja bisa setor dividen, Alhamdulillah ,” kata Erick.
Erick mencontohkan BUMN yang sistem bisnis dan manajemennya tumpang tindih antara lain PT Biofarma (Persero), PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) dan PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF).
Menurutnya ada ada beberapa lini binis dari tiga BUMN ini yang saling tabrakan. Padahal seharusnya ketiga BUMN ini saling mendukung dalam hal rantai distribusi dan produksi yang saling melengkapi. Dalam praktiknya, ternyata ketiga BUMN ini sebagian memproduksi produk yang sama.
Untuk itu dalam roadmap -nya, lanjut Erick, diharapkan KAEF fokus pada produksi produk obat kimia dan alat kesahatan, kemudian INAF diarahkan untuk memproduksi obat-obatan herbal, dan Biofarma diarahkan untuk memproduksi vaksin dan lain sebagainya.
Pemilahan bisnis produksi ini menjadi solusi agar pangsa pasar dan “kue” ekonomi bisa dibagi dengan proporsional.
“Ritel hanya akan di Kimia Farma (KAEF), jadi semua bisa bersinergi. Hal ini jadi dorongan ke depan bahwa Indonesia harusnya sudah bisa berdikari,” ujarnya.