Marketnews.id Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menolak mentah-mentah usulan DPR RI agar bank sentral mencetak uang dalam jumlah besar untuk menyelamatkan ekonomi akibat wabah virus Corona (Covid-19).
Menurutnya, pernyataan agar BI mencetak uang lalu dibagikan ke masyarakat salah dan tidak sesuai dengan kebijakan moneter yang prudent.
Dia menuturkan pernyataan tersebut salah kaprah sehingga bisa menimbulkan kebingungan masyarakat. Menurut Perry, BI selama ini berpengang pada tugasnya untuk melakukan operasi moneter, baik untuk uang kartal maupun uang giral.
Uang kartal merupakan uang kertas dan uang logam yang didistribusikan ke masyarakat. Sementara itu, uang giral merupakan uang yang ada disimpan tabungan atau deposito di perbankan.
“Jangan menambah kebingungan masyarakat! BI cetak uang untuk menangani covid -19 itu enggak lazim di bank sentral,” tegasnya.
Seperti diketahui Badan Anggaran (Banggar) DPR RI memberi masukan agar Bank Indonesia (BI) mencetak uang sampai Rp 600 triliun untuk turut serta dalam menangani dampak virus Corona terhadap perekonomian Indonesia.
Ketua Badan Anggaran MH Said Abdullah mengatakan, dalam cetak uang ini inflasinya bisa dihitung. Dia memperkirakan inflasi hanya 5-6% jika BI mencetak uang Rp600 triliun. Hal itu tertuang dalam rekomendasi Banggar yang ditujukan ke pemerintah dan BI.
“Bank Indonesia mencetak uang dengan jumlah Rp 400-600 triliun sebagai penopang dan opsi pembiayaan yang dibutuhkan oleh pemerintah. Mengingat, dalam situasi global yang ekonominya slowing down, tidak mudah mencari sumber sumber pembiayaan, meskipun dengan menerbitkan global bond dengan bunga besar. Bank Indonesia dapat menawarkan yield sebesar 2-2,5 persen, sedikit lebih rendah dari global bond yang dijual oleh pemerintah. Kebijakan mencetak uang sebagaimana yang dimaksud harus memperhitungkan dampak inflasi yang ditimbulkan, sekaligus tekanan kurs terhadap rupiah.”
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan, Ecky Awal Mucharam mengatakan Fraksi PKS tidak sependapat dengan usulan tersebut. Dalam pembahasan dengan komisi XI, BI juga telah menyampaikan tidak akan mencetak uang untuk atasi pendanaan mengatasi Covid-19.
Adakah solusi lain selain cetak uang. Melchieas Markus Mekeng, politisi Partai Golkar punya solusi berbeda. Menurutnya, saat program tax amnesti digalakkan pemerintah beberapa tahun lalu, didapat perkiraan dana yang disimpan di luar negeri hampir Rp14.000 triliun.
Jumlah uang sebesar ini diketahui dimiliki oleh pengusaha Indonesa yang menempatkan uangnya di bank di luar negeri khususnya Singapura.
Ada beberapa cara agar uang tersebut masuk kembali ke Indonesia. Pertama, pemerintah mengundang pengusaha besar yang namanya masuk dalam jajaran orang terkaya di dunia. Semua sudah mahfum, bila pengusaha tersebut menyimpan uang di perbankan luar negeri untuk kepentingan bisnis dan keamanan uang yang dimilikinya.
Disinilah pemerintah mengetuk hati para pengusaha, untuk membawa dana yang disimpan di luar negeri untuk membantu pemerintah memulihkan kembali perekonomian nasional.
Caranya sederhana. Pemerintah tetap mengeluarkan SBN para pengusaha nasional membelinya dengan keuntungan yang wajar.
Konglomerat yang pernah ditolong oleh pemerintah saat krisis 1998 lalu dan kini sudah kembali berjaya. Tidak ada ruginya membeli SBN dan uangnya digunakan oleh pemerintah untuk memulihkan perekonomian nasional. Anggap saja ini balas Budi ke pemerintah. Dengan membawa dana dari luar sekitar Rp 5.000 triliun, bangsa ini bisa kembali bangkit. Ini kesempatan buat pengusaha kita untuk menunjukkan kepedulian nya terhadap nasib bangsa ini ke depan.
.