Home / Corporate Action / BPS : Lakukan Pemutahiran Metodologi Agar Hasil Perhitungan Lebih Akurat

BPS : Lakukan Pemutahiran Metodologi Agar Hasil Perhitungan Lebih Akurat

Marketnewsmid Badan Pusat Statistik (BPS) awal bulan Pebruari mendatang sudah tidak menggunakan formula lama untuk menghitung laju inflasi dan angka ekonomi makro lainnya.

BPS, akan merilis data inflasi dengan pemutakhiran tahun dasar Indeks Harga Konsumen (IHK) mulai 3 Februari mendatang akibat perubahan pola konsumsi masyarakat dari waktu ke waktu.


Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, metodologi penghitungan IHK 2020 ini akan mengacu “classification of individual consumption according to purpose” (COICOP) tahun dasar 2018. Sebelumnya, penghitungan IHK menggunakan tahun dasar 2012.


“Kami mengadopsi COICOP 2018 sehingga otomatis BPS mulai 3 Februari, tampilan inflasi menurut kelompok pengeluaran akan berubah,” kata Suhariyanto pada Sosialisasi Pemutakhiran Diagram Timbang IHK dan NTP di Kantor BPS Jakarta, Selasa (28/1).


Indeks Harga Konsumen (IHK), mencerminkan angka inflasi. Inflasi/deflasi merupakan persentase dari perubahan IHK.
Dengan menggunakan perubahan diagram timbang IHK Tahun Dasar 2018, tampilan inflasi 2020 juga mengalami perubahan. Pertama, cakupan kota akan diperluas dari 82 kota menjadi 90 kota.


Artinya, cakupan sampel juga akan meluas dari yang sebelumnya pada Tahun Dasar 2012 hanya 136.080 , menjadi 141.600 rumah tangga. Dengan diperluasnya cakupan sampel, akurasi data diharapkan juga akan meningkat.


Selain itu, paket komoditas juga mengalami perubahan, yakni dari 859 komoditas pada Tahun Dasar 2012 menjadi hanya 835 komoditas pada Tahun Dasar 2018.
BPS memasukkan 98 komoditas baru dan menghilangkan 101 komoditas, berdasarkan jenis barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.


“Tarif Puskesmas, biaya kirim surat, hingga handycam dan sebagainya kami keluarkan. Sebaliknya, kami masukkan komoditas baru seperti jasa penitipan anak, lampu led hemat energi, dan aksesoris hp,” kata Suhariyanto.


Inflasi menurut kelompok pengeluaran juga akan berubah dengan bertambahnya jumlah klasifikasi dari 7 kelompok menjadi 11 kelompok. Sebelas kelompok yang dikategorikan penyumbang inflasi/deflasi, yakni makanan minuman, tembakau; pakaian dan alas kaki; perumahan, air, listrik dan bahan bakar lainnya; perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga.
Selanjutnya, kesehatan; transportasi; informasi, komunikasi dan jasa keuangan; rekreasi, olahraga dan budaya; pendidikan; penyediaan makanan dan minuman/restoran; serta perawatan pribadi dan jasa lainnya.


“Sementara itu jika menurut komponen pembentuknya, tetap akan ditampilkan menurut inflasi inti, komponen bergejolak ‘volatile’ dan komponen adiministered price,” kata Suhariyanto.


Menurut Suhariyanto, angka inflasi berpengaruh pada komponen daya beli konsumen rumah tangga, di mana menjadi komponen penting dari pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran. Inflasi juga banyak mendapat sorotan karena menjadi salah satu indikator asumsi APBN.

Check Also

Daaz Bara Lestari Siap Lepas 300 Juta Lembar Saham Di Harga Rp835-900 Per Saham

MarketNews.id-Daaz Bara Lestari milik Erwin Sutanto, tengah mengincar dana publik hingga Rp270 miliar untuk belanjakan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *