Marketnews.id Dampak pendemi Covid-19 memang tidak pandang bulu. Hampir semua pihak baik dunia usaha maupun masyarakat umum terpapar akibat pendemi ini. Seperti efek domino, mulai perbankan merembet ke dunia usaha terus ujungnya karyawan dan bermuara di rumah tangga.
Kementerian Ketenagakerjaan meminta para gubernur memastikan para pengusaha membayar tunjangan hari raya atau THR keagamaan kepada pekerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, THR adalah pendapatan nonupah yang harus diberi pengusaha kepada pekerja.
“Hal ini sesuai dengan ketentuan PP 78/2015 tentang Pengupahan. Dan ini kewajiban yang harus dibayar oleh pengusaha kepada pekerja,” ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (9/5/2020).
Kemenaker sendiri telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di perusahaan dalam masa pandemi Virus Corona (Covid-19).
Dalam SE tersebut, apabila perusahaan tak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan, solusi atas persoalan tersebut hendaknya diperoleh melalui dialog antara pengusaha dan pekerja/buruh.
“Ada banyak pertanyaan, bagaimana kalau kondisi pengusaha tidak mampu membayar? Maka solusi atas permasalahan tersebut harus didialogkan secara terbuka antara pengusaha dengan pekerja. Pengusaha harus membuka secara transparan kondisi keuangannya berdasarkan laporan keuangan internal perusahaan. Segera dialogkan secara bipartit,” ucapnya.
Menurutnya, dengan membuka ruang dialog, maka pengusaha dan pekerja mencari jalan bersama antara bagaimana mengatasi pembayaran THR ini.
“Apakah dilakukan secara bertahap, kalau ditunda sampai kapan , caranya bagaimana, itu dibicarakan secara bipartit antara pengusaha dengan pekerja,” kata Ida
Di dalam SE disebutkan, bahwa dialog antara pengusaha dan pekerja dapat menyepakati beberapa hal. Antara lain, bila perusahaan tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan maka pembayaran THR dapat dilakukan bertahap.
Kemudian, bila perusahaan tidak mampu membayar THR sama sekali pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan maka pembayaran THR dapat dilakukan penundaan sampai jangka waktu tertentu yang disepakati. Demikian juga waktu dan cara pengenaan denda keterlambatan pembayaran THR
“Kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh tersebut harus dilaporkan oleh perusahaan kepada Dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan setempat,” tuturnya.
Dia memastikan, kesepakatan mengenai waktu dan cara pembayaran THR Keagamaan dan denda, tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR Keagamaan dan denda kepada pekerja/buruh dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dibayarkan pada tahun 2020.
“Ada sanksi buat perusahaan yang tidak membayar sama sekali? Sesuai ketentuan perundang-undangan, secara administrasi, tetap ada dendanya. Tapi semua itu pun juga harus dibicarakan dan kemudian pengusaha melaporkan hasil kesepakatannya ke dinas ketenagakerjaan setempat,” terang Ida.
Agar pelaksanaan pemberian THR keagamaan tahun 2020 efektif, dia berharap Gubernur untuk membentuk Pos Komando (Posko) THR Keagamaan Tahun 2020 di masing-masing provinsi dengan memperhatikan prosedur/protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.
Gubernur juga diminta menyampaikan SE Menaker ini kepada Bupati dan Walikota dan pemangku kepentingan di wilayahnya.
Dalam penyusunan Surat Edaran THR Keagamaan ini, Kemnaker telah melakukan beberapa kali dialog dengan para pengusaha yang tergabung dalam Apindo serta dialog dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
SE THR ini pun telah dibahas dan menjadi kesepakatan bersama Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) dalam sidang pleno LKS Tripnas yaitu pada point 2 yang menyatakan penyusunan pelaksanaan THR dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian akibat pandemi Covid-19 dengan menambahkan Laporan Keuangan tingkat Perusahaan.