Marketnews.id Sebagai tempat investasi, pasar modal dan perbankan selalu terjadi tarik menarik. Bila suku bunga perbankan naik, biasanya pasar modal terimbas, dimana dana masyarakat pindah dari investasi di pasar modal ke perbankan. Begitu juga sebaliknya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat dalam satu tahun terakhir jumlah investor meningkat signifikan sebesar 96 persen dibanding jumlah tahun lalu. Maraknya investor baru masuk bursa, juga berkaitan dengan pendemi Covid-19 yang memaksa para milenial menginvestasikan uang di pasar modal karena memiliki daya tarik tersendiri. Dari pada uang di simpan diperbankan, buat kaum milenial justru menginvestasikan uangnya di pasar modal. Karena keuntungan yang didapat lebih besar dari bunga perbankan. Jadi wajar bila jumlah investor baru di bursa terus meningkat hingga 96 persen.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah investor di pasar modal meningkat luar biasa, yaitu sebesar 96 persen secara tahunan atau year on year (yoy) sehingga mencapai 5,6 juta pada Juni 2021.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, peningkatan tersebut sebagai dampak dari tingginya dana di perbankan dengan suku bunga simpanan terus menurun di tengah COVID-19.
“Ini berkat untuk pasar modal dan tidak masalah jika masyarakat ada alternatif di pasar modal,” ucap Wimboh dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.
Ia memaparkan dana masyarakat di perbankan pada Juni 2021 meningkat 11,28 persen (yoy), sangat tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan sebelum pandemi yang hanya enam persen sampai tujuh persen.
Likuiditas perbankan yang melimpah juga disertai dengan penurunan suku bunga simpanan, seperti suku bunga deposit berjangka satu tahun, yang biasanya tercatat di atas tujuh persen atau 6,5 persen, kini berada di level sekitar lima persen.
“Bahkan ada beberapa bank menawarkan bunga hingga empat persen,” kata Wimboh.
Lebih juah Wimboh menilai, kondisi tersebut yang membuat masyarakat pasti mencari alternatif investasi lainnya dengan bunga yang lebih tinggi dan kompetitif.
Kendati demikian, masyarakat, kata Wimboh, harus bisa memilah jenis investasi, terutama di tengah semakin majunya digitalisasi yang membuat berbagai pihak bisa menjangkau masyarakat luas dengan cepat, termasuk pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan bisa menyebabkan kerugian masyarakat, baik di pasar modal maupun di luar pasar modal, pungkasnya.