Marketnews.id Guna mendukung pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) nantinya, ada 11 kementerian dan lembaga yang terlibat dan memberikan peran dalam mendorong pengembangan EBT ini, mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), BUMN, Kementerian Perindustrian, dan lainnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah akan mempercepat pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) dengan menciptakan pangsa pasar baru sumber energi yang ramah lingkungan tersebut.
Dalam laman Kementerian ESDM yang dikutip di Jakarta, Sabtu, Menteri ESDM mengungkapkan pasar baru EBT tersebut dilakukan melalui program renewable energy base industry development (REBID) dan renewable energy base on economic development (REBED).
Program ini dirancang untuk mempercepat pemanfaatan EBT di kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus, serta mendukung kawasan ekonomi lokal di kawasan terpencil, terluar, dan terdepan (3T).
“Untuk mempercepat pemanfaatan EBT, pemerintah, selain akan menerbitkan peraturan Presiden yang mengatur pembelian listrik EBT oleh PT PLN (Persero), juga menciptakan pasar baru EBT melalui program renewable energy base industry development dan renewable energy base on economic development yang bertujuan untuk mempercepat pemanfaatan EBT di kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus serta mendukung kawasan ekonomi lokal di kawasan 3T Indonesia, yaitu terpencil, terluar dan terdepan,” ujar Arifin Tasrif saat meluncurkan secara virtual The 9th Indonesia EBTKE ConEx 2020, Jumat (9/10/2020).
Indonesia, lanjut Arifin, sudah saatnya mengikuti tren masyarakat dunia yang mulai mengoptimalkan pemanfaatan EBT untuk mengurangi dampak perubahan iklim, sesuai kesepakatan Protokol Kyoto pada 1997, dengan komunitas internasional bertekad akan mengurangi emisi gas karbon dioksida dan gas rumah kaca.
“Di tingkat global, negara-negara dunia telah berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim dengan disepakatinya Kyoto Protokol pada 1997. Komunitas internasional bertekad untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya, termasuk pengurangan emisi dari sektor energi sehingga terjadi transformasi energi untuk mengurangi energi fosil pada seluruh sektor, termasuk di antaranya sektor transportasi ke energi baru terbarukan,” lanjut Arifin.
Di samping membuka pasar untuk pemanfaatan EBT yang lebih besar, pemerintah juga akan memaksimalkan implementasi bioenergi, seperti percepatan pembangunan listrik berbasis sampah di 12 kota, pemanfaatan biomassa dan sampah sebagai bahan baku pada co-firing pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) eksisting, pelaksanaan mandatori B30, serta program pengembangan green refinery, dan mendorong pengembangan panas bumi berbasis kewilayahan melalui program Flores Geothermal Island yang targetnya adalah pemenuhan beban dasar listrik di Pulau Flores.
“Optimalisasi pemanfaatan tidak langsung energi panas bumi. Untuk mengurangi risiko eksplorasi oleh para pengembang, pemerintah juga telah membuat pengembangan panas bumi melalui goverment drilling, kegiatan eksplorasi dilakukan oleh pemerintah,” jelas Arifin.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Aneka Energi Kementerian ESDM Harris mengatakan transisi dari energi berbasis fosil ke EBT diperlukan karena ramah lingkungan. Kunci untuk pemanfaatan EBT yang optimal adalah harga yang lebih kompetitif.
“Saat ini, pemerintah telah berupaya menyelesaikan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembelian Energi Listrik Energi Terbarukan. Dalam perpres ini akan mengatur harga EBT yang didasarkan kepada aspek keekonomian dari teknologi EBT itu dan juga berdasarkan lokasi energi terbarukan itu akan dibangun, harganya akan berbeda dan harga yang sudah dimasukkan dalam rancangan perpres ini lebih menarik untuk memberikan daya tarik kepada pelaku bisnis untuk datang berinvestasi ke Indonesia,” imbuh Harris.