MarketNews.id Bisnis penerbangan termasuk bisnis yang unik. Sebagian besar maskapai penerbangan baik yang dimiliki oleh Pemerintah maupun swasta dipastikan pernah alami restrukturisasi usaha.
Hal sama juga berlaku buat maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia yang alami beberapa kali restrukturisasi usaha. Belakangan, GIAA mulai bangkit setelah pendemi berakhir.
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berencana menambah sebanyak delapan pesawat refurbish pada tahun ini melalui skema sewa (lease) secara bulanan. Operational expenditure (opex) untuk biaya sewa kedelapan pesawat tersebut ditaksir mencapai Rp 767 miliar dalam setahun. Hadirnya delapan pesawat refurbish ini sekaligus menggenapi total armada Garuda dari 72 menjadi 80 pesawat.
“Biaya sewa per pesawat sekitar US$ 200-500 ribu per bulan,” ucap Direktur Keuangan Garuda Indonesia Prasetio selepas konferensi pers Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Tangerang belum lama ini.
Dengan asumsi nilai kurs rupiah terhadap dollar AS Rp 16.000, maka dalam setiap bulan, maskapai pelat merah tersebut menggelontorkan opex maksimal Rp 8 miliar per pesawat dan dalam setahun mencapai Rp 767 miliar untuk biaya sewa delapan pesawat.
Delapan pesawat refurbish yang akan disewa GIAA ini terdiri dari empat pesawat berbadan kecil (narrow body) dengan jenis Boeing 737-800NG dan empat pesawat berbadan lebar (wide-body) berjenis Boeing 777-300ER dan Airbus 330-300 masing-masing dua unit.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, belum bersedia menyebutkan secar rinci lessor mana yang bakal menjadi mitra GIAA untuk menambah delapan pesawat melalui skema sewa tersebut.
Menurut dia, rencana Garuda menambah sewa delapan pesawat refurbish ini masih dalam progres karena ada beberapa detail yang mesti perseroan selesaikan secara internal.
“Kami berharap, sebelum Oktober 2024 delapan pesawat itu sudah bisa tiba dan beroperasi. Tapi, saya ingin tegaskan, ini bukan pesawat baru. Ini adalah pesawat refurbish. Jadi layak terbang,” terang Irfan.
Meski pesawat refurbish, Irfan memastikan, Garuda telah mengajukan persyaratan yang cukup panjang kepada leasing company pesawat-pesawat tersebut. Mengingat, pesawat-pesawat ini nantinya bersifat sewa dan bukan dimiliki langsung oleh Garuda.
Sebelumnya, Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menyetujui perubahan komisaris dan direksi. Dari sisi komisaris, eks Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Purnawirawan, Fadjar Prasetyo masuk sebagai Komisaris Utama (Komut).
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyampaikan, keputusan RUPST mengenai pengurus baru Garuda tersebut merupakan atas usulan pemegang saham Serie A.
Marsekal TNI (Purn.) Fadjar Prasetyo, kata Irfan, ditetapkan sebagai Komisaris Utama/Komisaris Independen. RUPST juga menetapkan Chairul Tandjung sebagai Komisaris dan mengangkat kembali Timur Sukirno sebagai Komisaris Independen menggantikan Thomas Oentoro.
“Sementara jajaran direksi mendapatkan tambahan menggantikan Alm. Bapak Salman. Saya tetap Direktur Utama, Prasetio Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko, Tumpal Manumpak Hutapea tetap Direktur Operasi. Ade R. Susardi difokuskan ke Direktur Niaga,” ujar Irfan dalam konferensi pers seusai RUPST di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu 22 Mei 2024.
Untuk Direktur Teknik, sambung Irfan, RUPST mengangkat Rahmat Hanafi. Pemegang saham juga menambah direksi baru yaitu Enny Kristiani sebagai Direktur Human Capital dan Corporate Services.