MarketNews.id Berlanjutnya eskalasi ketegangan geopolitik, telah mempengaruhi rantai pasok global yang kemudian memacu peningkatan harga pangan dan energi. Dampaknya, inflasi global masih tetap tinggi dan membuat suku bunga masih akan bertahan hingga akhir semester pertama tahun ini.
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve mulai menurunkan suku bunga acuan pada semester II tahun ini. Proyeksi BI tersebut menjadi tenaga pendorong penguatan kurs rupiah terhadap dolar pada siang ini.
Mengutip data Bloomberg, Kamis 22 Pebruari 2024 pukul 12.00 WIB, kurs rupiah sedang diperdagangkan pada level Rp15.613 per dolar AS, menguat 22 poin atau 0,14 persen dibandingkan Rabu sore 21 Pebruari 2024 di level Rp15.635 per dolar AS.
Head of Research Team PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Robertus Hardy mengatakan, proyeksi BI terhadap arah suku bunga the Fed kemarin sedikit memberikan tenaga bagi penguatan kurs rupiah hari ini.
“BI memperkirakan bahwa suku bunga The Fed baru akan turun pada semester II sebanyak 75 bps,” kata Robertus dalam keterangan tertulis, hari ini, Kamis, 22 Pebruari 2024.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, ketidakpastian di pasar keuangan dunia saat ini masih cenderung tinggi. Kondisi ini dipengaruhi oleh berlanjutnya eskalasi ketegangan geopolitik sehingga mempengaruhi rantai pasok global yang kemudian memicu peningkatan harga komoditas pangan dan energi, dan menahan laju penurunan inflasi global.
Dengan perkembangan ini, Perry memperkirakan suku bunga The Fed atau Fed Funds Rate (FFR) baru akan diturunkan pada semester II. Dia menuturkan ramalan tersebut sejalan dengan inflasi di Amerika Serikat yang masih tinggi.
“Dengan data terbaru, mengkonfirmasi perkiraan kami FFR baru akan turun semester II, jumlahnya 75 basis poin,” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur, Rabu 21 Pebruari 2024.
Selain itu, publikasi notulen rapat FOMC the Fed bulan Januari tadi malam mengindikasikan sikap yang masih cenderung hawkish, dimana masih ada kehati-hatian agar tidak menurunkan suku bunga terlalu cepat.
“Walaupun ada upaya untuk meninjau kembali proses pengetatan likuiditas yang masih terus berjalan,” ujar Robertus.
Mulai hari ini sampai dengan akhir pekan, investor global masih akan menantikan data Klaim Pengangguran Awal dari AS yang diperkirakan lebih tinggi dari periode sebelumnya. “Pasar juga menanti pidato dari beberapa pimpinan The Fed yang diperkirakan dapat memberi petunjuk mengenai arah kebijakan moneter ke depannya,” pungkas Robertus.