Marketnews.id Pensiunan pekerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk meminta pihak Kementerian BUMN untuk melakukan revisi dalam restrukturisasi polis PT Jiwasraya karena skema yang ditawarkan melanggar UU dan merampas hak pensiun mereka yang mayoritas menjadi nasabah PT Asuransi Jiwasraya.
Para pensiunan pekerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) menuntut agar polis anuitas dana pensiun dapat dihilangkan dari restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Mereka menganggap bahwa ketentuan yang termuat dalam program restrukturisasi melanggar Undang-Undang (UU) dan merampas hak pensiun mereka yang mayoritas menjadi nasabah Jiwasraya.
Sebagai aksi protesnya, pensiunan yang juga berkoalisi dalam forum Pensiunan BUMN Nasabah Jiwasraya (FPBNJ) kembali melakukan aksi keprihatinan di Kementerian BUMN dengan menuntut agar ada revisi dalam restrukturisasi. Ketua FPBNJ, Syahrul Tahir mendesak Menteri BUMN , Erick Thohir maupun jajaran Pejabat Kementerian BUMN lainnya dapat mendengar keluhan para nasabah pemegang polis.
“Ya jelas kami kecewa, pasalnya pada tanggal 5 April lalu kami pernah bersurat ke Kementerian BUMN , perihal aspirasi restrukturisasi polis tradisional PT Asuransi Jiwasraya bagi pensiunan BUMN namun surat yang dikirim melalui kurir tidak juga masuk dan hasilnya nihil. kami sebenarnya kirim juga pakai surat elektronik, dan juga pada tanggal 12 April 2021 kami datangi langsung Kementerian BUMN tapi tidak bisa bertemu dengan pejabat kementerian BUMN ,” kata Syahrul dalam keterangannya, Jumat (30/4).
FPBNJ berharap aspirasi dari forum dapat ditindaklanjuti sebelum tenggat waktu penyelesaian restrukturisasi pada bulan Mei 2021. Dia berharap pihak Kementerian BUMN , Direksi Jiwasraya dapat bertemu langsung untuk membahas penyelesaian masalah restrukturisasi secara adil.
Syahrul menegaskan bahwa para pensiunan menganggap skema restrukturiasi yang ditawarkan kepada mereka merugikan serta melanggar aturan soal manfaat dana pasti yang harusnya mereka terima. Hingga bulan Maret 2021 annuitas kumpulan (Pensiunan) dari 10 Persero BUMN tercatat nilai topupnya sebesar Rp4,6 triliun dengan total sebanyak 23.485 peserta.
“Sedangkan total keseluruhan 73 persero BUMN mencapai kerugian sebesar Rp20 triliun,” tutup Syahrul.