Marketnews.id Dalam tiga hingga enam bulan ke depan, sektor korporasi mulai menggeliat yang akan ditandai dengan meningkatnya ekpansi usaha yang umumnya menggunakan aset yang ada atau laba yang ditahan dimiliki oleh perusahaan. Selain itu. Kebijakan suku bunga yang tidak berubah dari Bank Indonesia semakin membuat sektor korporasi semakin yakin untuk melakukan ekspansi di awal tahun depan.
Hasil survei Bank Indonesia (BI) mengungkap, permintaan pembiayaan korporasi untuk tiga bulan ke depan akan meningkat, seiring kebutuhan korporasi untuk aktivitas operasional.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, memaparkan bahwa saldo bersih tertimbang (SBT) untuk kebutuhan pembiayaan pada bulan November 2020 dan 3 bulan mendatang tercatat lebih tinggi dari hasil survei bulan sebelumnya.
Secara sektoral, kebutuhan pembiayaan yang tinggi terjadi pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, perdagangan besar dan eceran, real estat, serta jasa pendidikan.
“Kebutuhan pembiayaan korporasi tersebut secara umum terindikasi akan dipenuhi dari dana sendiri (laba ditahan),” tutur Erwin dalam keterangannya, Jumat (18/12).
Adapun untuk kebutuhan pembiayaan responden rumah tangga hingga 3 dan 6 bulan yang akan datang diindikasikan masih terbatas. Jenis pembiayaan yang akan diajukan terutama kredit multiguna (KMG), kredit pemilikan rumah (KPR), dan Kredit kendaraan bermotor (KKB).
Dari sisi penawaran perbankan, penyaluran kredit baru diperkirakan lebih meningkat pada Desember 2020. Hal tersebut terindikasi dari SBT perkiraan penyaluran kredit baru pada Desember 2020 sebesar 52,3 persen atau lebih tinggi dibandingkan SBT perkiraan penyaluran kredit baru November 2020 sebesar 13,5 persen.
“Berdasarkan kelompok bank, peningkatan tertinggi terjadi pada BPD dan Bank Umum dengan SBT masing-masing sebesar 56,1 persen dan 52 persen,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Bank Indonesia memutuskan mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7 DRRR ) di level 3,75%. Keputusan ini diyakini berdampak positif dan mulai terasa pada Kuartal I 2021.
Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ryan Kiryanto, mengatakan keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang menahan suku bunga acuan atau BI7 DRRR di level 3,75% merupakan keputusan yang tepat sejalan. Hal ini sudah sejalan dengan arah pergerakan ekonomi domestik yang sdh ada indikasi membaik dibandingkan Q2 dan Q3 yang lalu.
“Keputusan RDG BI itu pun tentu sudah mempertimbangkan faktor eksternal (perekonomian AS, Cina, Jepang, Uni Eropa dgn policy moneternya yang longgar atau dovish) dan faktor domestik (inflasi berjalan dan ekspektasi, cadangan devisa, neraca perdagangan, dan indeks PMI, yg semuanya bergerak ke arah perbaikan),” kata Ryan saat dihubungi Ipotnews, Jumat.
Dengan demkian, level BI rate 3,75% ini adalah level terendah sepanjang sejarah dan mengakhiri tahun 2020 ini. Level 3,75% pun sdh price-in dengan ekspektasi pelaku pasar keuangan, perbankan dan sektor riil. “Efek ke pasar keuangan pun tetap akan positif bagi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan juga terhadap IHSG di BEI,” jelas Ryan.
Ryan memperkirakan efek efek BI rate yang diturunkan menjadj 3,75% sejak keputusan RDG BI bulan November lalu itu pun sedang berlangsung dan akan terlihat di Q1-2021 dan seterusnya. “Indikator adalah turunnya bunga perbankan dan pembiayaan, kenaikan kredit dan pembiayaan, kenaikan IHSG dan PDB Indonesia,” tutup Ryan.