Marketnews.id Jumlah utang Pemerintah pusat dalam enam tahun terakhir, terus mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan hingga Oktober 2020, jumlah utang ini sudah nyaris mencapai Rp 5.800 triliun. Masih amankah jumlah utang pemerintah ini dikaitkan dengan kemampuan membayar utang tersebut.
Total outstanding utang pemerintah pusat sampai September 2020 telah mencapai Rp5.756,87 triliun atau tembus di angka 36,41 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Secara nominal, posisi utang pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Lonjakan utang ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat Covid-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional.
Secara umum, struktur utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) senilai Rp4.892,57 triliun. Komposisi kepemilikan SBN terdiri dari Rp3.629,04 triliun domestik dan valuta asing atau valas senilai Rp1.263,54 triliun.
Sementara itu, untuk utang dalam bentuk pinjaman sampai September 2020 telah mencapai Rp864,3 triliun. Penarikan utang dalam bentuk pinjaman ini didominasi oleh pinjaman asing baik yang sifatnya multilateral, bilateral maupun bank komersial dengan jumlah Rp852,97 triliun.
Sedangkan sisanya merupakan pinjaman yang ditarik oleh pemerintah dari dalam negeri senilai Rp11,32 triliun.
Sementara itu, hari ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menerbitkan surat utang negara (SUN) dengan cara private placement empat seri sekaligus dengan nilai yang diterbitkan sebesar Rp22,87 triliun.
Berdasarkan keterangan resmi dari Direktorat Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, menyatakan bahwa penerbitan SUN hari ini merupakan transaksi yang ke lima. Nantinya hasil penerbitan SUN ini akan digunakan pemerintah untuk pemenuhan sebagian pembiayaan public goods.
“Total kebutuhan pembiayaan public goods diproyeksikan sebesar Rp397,56 triliun, meliputi pembiayaan untuk belanja kesehatan, perlindungan sosial, serta pembiayaan sektoral Kementerian/ Lembaga dan Pemda dalam rangka penanganan covid-19 dan program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional,” demikian disebutkan dalam keterangan persnya, Kamis (22/10).
Transaksi ini dilakukan berdasarkan keputusan bersama antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia nomor 347/KMK.08/2020 dan 22/9/KEP.GBI/2020 tanggal 20 Juli 2020 tentang skema dan mekanisme koordinasi pembelian SUN atau surat berharga syariah negara ( SBSN ) oleh Bank Indonesia di pasar perdana dan pembagian beban biaya. Surat keputusan bersama ini dalam rangka pembiayaan penanganan dampak pandemi dan PEN.
Selanjutnya, penerbitan SUN atau SBSN baik untuk public goods maupun non public goods akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Keempat SUN yang diterbitkan berjenis variable rate (VR) meliputi seri VR0050 yang jatuh tempo 26 Oktober 2025, dan VR0051 dengan masa jatuh tempo 26 Oktober 2026.
Selanjutnya, seri VR0052 akan jatuh tempo pada 26 Oktober 2027, serta VR0053 dengan masa jatuh tempo 26 Oktober 2028. Masing-masing seri diterbitkan pemerintah senilai Rp5,71 triliun serta dapat diperdagangkan (tradeable) di pasar obligasi.
“Kupon yang ditawarkan mengikuti suku bunga Reverse Repo Bank Indonesia tenor 3 bulan. Kupon tiga bulan pertama masing-masing seri ditetapkan sebesar 3,84 persen,” demikian kutipan laporan tersebut.
Penerbitan ini juga sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang SUN dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.08/2019 tentang Penjualan SUN Dengan Cara Private Placement.