Home / Korporasi / BUMN / Garuda Indonesia Belum Bahas Soal Kebangkrutan

Garuda Indonesia Belum Bahas Soal Kebangkrutan

Marketnews.id Kekhawatiran terhadap PT Garuda Indonesia Tbk akan dipailitkan oleh pemegang obligasi, sudah di tepis oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk. Menurut Irfan Setiaputra, para pemegang obligasi memahami kondisi bisnis penerbangan disaat pendemi saat ini.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), menegaskan bahwa tidak ada pembahasan mengenai kemungkinan kebangkrutan, meski menghadapi tekanan dampak pandemi virus korona. Garuda mendapatkan persyaratan pelunasan pinjaman yang lebih baik sehingga membantunya terhindar dari kebangkrutan.


“Kami membahas risikonya, manfaatnya, plus minusnya dan pimpinan perusahaan memutuskan untuk tidak melakukannya,” kata Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra tentang pertimbangan proses kebangkrutan.


Menurutnya, Garuda mengharapkan  bridging loan  sebesar Rp 8,5 triliun (sekitar USD580 miliar) dari pemerintah pada tahun ini. Suntikan dana itu akan membantu maskapai mengatasi kerugian bersih USD713 juta dalam enam bulan hingga Juni lalu.


Sepanjang tahun ini, maskapai penerbangan di seluruh dunia berada di bawah tekanan besar karena pandemi dan pembatasan pergerakan sosial yang ketat sehingga mengurangi permintaan penerbangan. Sejumlah maskapai sudah kolaps dan mengajukan perlindungan kebangkrutan atau restrukturisasi. Termasuk diantaranya, Thai Airways International Pcl, yang bulan ini mendapat persetujuan pengadilan untuk melanjutkan rencana reorganisasi bisnis.


Irfan mengatakan dia telah meyakinkan pemberi pinjaman bahwa Garuda tidak akan bangkrut. “Saya pikir [ bridging loan ] itu telah memberi mereka kepercayaan diri yang besar, dan sekarang mereka melihat Garuda sebagai salah satu maskapai penerbangan di wilayah ini dengan prospek pemulihan yang baik,” ujarnya, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (22/9).


Data terbaru Badan Pusat Statistik menunjukkan perjalanan udara di seluruh kepulauan Indonesia pada Juli lalu, mulai meningkat kembali menjadi 1,46 juta, dari posisi terendah di bulan Mei yang hanya sebanyak 87.000 penumpang. Meski demikian angka tersebut masih jauh di bawah data awal tahun sebelum virus menyebar ke seluruh negara Asia Tenggara.


Lalu lintas penerbangan yang menurun sangat menekan kinerja Garuda, sehingga harus memperpanjang pembayaran sukuk senilai USD500 juta selama tiga tahun. Menurut Bloomberg, Garuda juga melewatkan pembayaran atas surat utang yang dijamin aset ( asset-backed security ) dan menghadapi gugatan di London atas biaya sewa pesawat. Skor Z Garuda, model yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan, berada di titik terendah setidaknya dalam satu dekade.

Memang PT Garuda Indonesia Tbk saat ini menghadapi obligasi yang telah dan akan jatuh tempo. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memutuskan untuk menaikkan peringkat KIK-EBA Mandiri GIAA01 Kelas A ke level idBB (sf) (cg) dari sebelumnya di peringkat idCCC (sf) (cg). Rating ini didasari penilaian ulang atas pembayaran porsi amortisasi pokok senilai Rp360 miliar pada 2 September 2020 dari jadwal awal pada 27 Juli 2020.


Berdasarkan hasil penilaian analis Pefindo, Danan Dito dan Yogie Surya Perdana yang dilansir di Jakarta, Senin (21/9), proses klaim oleh PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) kepada PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) telah dihentikan, karena tersedianya dana oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) untuk membayar kewajiban tersebut.


Pefindo menyebutkan, ada klausul force majeur/risiko politik di dalam penjaminan tersebut yang menyebutkan penghentian penerbangan dari Jeddah dan Madinah ke Indonesia dan sebaliknya. “Selama penghentian tersebut masih berlaku, kami berpandangan bahwa penjaminan Askrindo berdampak lebih kecil terhadap peringkat KIK-EBA, dibanding pada saat pengkajian peringkat awal penerbitan KIK-EBA yang tidak memperkirakan dampak pandemi Covid-19”.


Selain itu, Pefindo juga merevisi prospek peringkat perusahaan menjadi “negatif” dari “creditwatch dengan implikasi negatif”, setelah realisasi pembayaran amortisasi pokok. Prospek negatif mencerminkan profil kredit GIAA yang dinilai masih lemah dan rentan terhadap perburukan di tengah kenaikan kasus infeksi Covid-19 dan implementasi kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ) di DKI Jakarta.


Kondisi tersebut, dikhawatirkan dapat membalikkan tren kenaikan permintaan penerbangan domestik dan memberikan tekanan tambahan bagi arus kas dan posisi likuiditas GIAA dan KIK-EBA. “Dalam pandangan kami, hal ini lebih dominan daripada pengumuman pembukaan penerbangan internasional sebagian oleh pemerintah Arab Saudi, karena ada ketidakjelasan dalam waktu dekat bahwa pengumuman ini berarti berlanjutnya kembali penerbangan dari Jedah dan Madinah ke Indonesia dan sebaliknya.”


Pefindo menambahkan, terdapat pula kemungkinan penundaan realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp8,5 triliun yang diestimasikan bisa mendukung operasi GIAA untuk 3-6 bulan ke depan.


Para analis Pefindo menjelaskan, peringkat KIK-EBA tersebut bisa diturunkan, jika pendapatan dan arus kas GIAA menurun lebih jauh, karena menurut pandangan Pefindo hal itu dapat meningkatkan risiko tidak terbayarnya kupon dan pokok amortisasi KIK-EBA.





Check Also

Manajemen Pun Ragu WSKT Mampu Tunaikan Kewajiban Rp82,1 Triliun

MarketNews.id- PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mencatatkan kewajiban sebesar Rp82,107 triliun pada akhir Juni 2024. …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *